MAKALAH
KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH III
“ ASKEP ABSES OTAK “
Di Susun Oleh :
RUSMAN IRFANDI
032001 D 10089
PEMERINTAH
PEROVINSI NUSA TENGGRA BARAT
DINAS
KESEHATAN
AKADEMI
PERAWAT KESEHATAN NTB
TAHUN 2012
KATA PENGANTAR
Puji syukur
kehadirat Allah SWT, yang atas
rahmat-Nya maka kami dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul “ASKEP
ABSES OTAK”. Makalah ini kami susun untuk memenuhi tugas mata kuliah KMB
III.
Dalam penyusunan
makalah ini kami merasa masih banyak kekurangan-kekurangan baik pada teknis
penulisan maupun materi. Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak sangat
kami harapkan demi penyempurnaan pembuatan makalah selanjutnya.
Dalam penulisan
makalah ini kami menyampaikan ucapan terima kasih yang tak terhingga kepada
pihak-pihak yang membantu dalam menyelesaikan makalah ini sehingga dapat
selesai tepat waktu.
Semoga makalah ini
dapat bermanfaat dan menjadi sumbangan pemikiran bagi pihak yang membutuhkan,
khususnya bagi kami sehingga tujuan yang diharapkan dapat tercapai, Amiin.
DAFTAR
ISI
Kata Pengantar........................................................................................................
i
Daftar Isi..................................................................................................................
ii
BAB I PENDAHULUAN.....................................................................................
1
A. Latar Belakang..............................................................................................
1
B.
Tujuan...........................................................................................................
1
BAB II PEMBAHASAN......................................................................................
2
A. Pengertian.....................................................................................................
2
B.
Etiologi.........................................................................................................
2
C.
Patofisiologi..................................................................................................
3
D.
Manifestasi Klinik.........................................................................................
4
E.
Pemeriksaan Diagnostik................................................................................
5
F.
Penatalaksanaan............................................................................................
5
G.
Komplikasi....................................................................................................
6
H.
Konsep Keperawatan....................................................................................
6
BAB III PENUTUP................................................................................................
13
A. Kesimpulan...................................................................................................
13
B. Saran.............................................................................................................
13
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Abses otak (AO)
adalah suatu reaksi piogenik yang terlokalisir pada jaringan otak. Kasus ini
bisa terjadi pada anak dan dewasa. Infeksi yang terjadi diakibatkan oleh jamur,
bakteri, parasit dan komplikasi lain, misalnya otitis media dan mastoiditis.
Pada pasien yang mengalami abses otak akan rentan terhadap komplikasi-komplikasi
yang sangat berbahaya bagi penderitanya, misalnya: gangguan mental, paralisis,
kejang, defisit neurologis fokal, hidrosephalus serta herniasi, oleh karena itu
perlu adanya penanganan yang serius terhadap kasus ini.
B. Tujuan
Tujuan disusunnya
asuhan keperawatan ini adalah:
1.
Untuk memenuhi kegiatan belajar mengajar
dari mata kuliah Keperawatan
Medikal Bedah II (KMB II).
2.
Memperoleh gambaran mengenai abses otak.
3.
Dapat memahami tentang konsep asuhan
keperawatan pasien dengan abses
otak.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Abses otak (AO) adalah suatu proses infeksi yang melibatkan parenkim
otak; terutama disebabkan oleh penyebaran infeksi dari fokus yang berdekatan
atau melaui sistem vaskular. Timbunan abses pada daerah otak mempunyai daerah
spesifik, pada daerah cerebrum 75% dan cerebellum 25%.
B. Etiologi
Penyebab dari abses
otak ini antara lain, yaitu:
1.
Bakteri
Bakteri yang tersering adalah Staphylococcus aureus,
Streptococcus anaerob, Streptococcus beta hemolyticus, Streptococcus alpha hemolyticus,
E. coli dan Baeteroides. Abses oleh Staphylococcus biasanya berkembang dari
perjalanan otitis media atau fraktur kranii. Bila infeksi berasal dari sinus
paranasalis penyebabnya adalah Streptococcus aerob dan anaerob, Staphylococcus
dan Haemophilus influenzae. Abses oleh Streptococcus dan Pneumococcus sering
merupakan komplikasi infeksi paru. Abses pada penderita jantung bawaan sianotik
umumnya oleh Streptococcus anaerob.
2. Jamur
Jamur penyebab AO antara lain Nocardia asteroides,
Cladosporium trichoides dan spesies Candida dan Aspergillus.
3. Parasit
Walaupun jarang, Entamuba histolitica, suatu parasit
amuba usus dapat menimbulkan AO secara hematogen.
4. Komplikasi
dari infeksi lain
Komplikasi dari infeksi telinga (otitis media,
mastoiditis) hampir setengah dari jumlah penyebab abses otak serta komplikasi
infeksi lainnya seperti: paru-paru (bronkiektaksis, abses paru, empisema),
jantung (endokarditis), organ pelvis, gigi dan kulit.
C. Patofisiologi
Mikroorganisme
penyebab abses masuk ke otak dengan cara:
a.
Implantasi
langsung akibat trauma, tindakan operasi, pungsi lumbal. Penyebaran infeksi
kronik pada telinga, sinus, mastoid, dimana bakteri dapat masuk ke otak dengan
melalui tulang atau pembuluh darah.
b.
Penyebaran
bakteri dari fokus primer pada paru-paru seperti abses paru, bronchiactasis,
empyema, pada endokarditis dan perikarditis.
c.
Komplikasi
dari meningitis purulenta.
Fase awal abses
otak ditandai dengan edema lokal, hiperemia infiltrasi leukosit atau melunaknya
parenkim. Trombisis sepsis dan edema. Beberapa hari atau minggu dari fase awal
terjadi proses liquefaction atau dinding kista berisi pus. Kemudian terjadi
ruptur, bila terjadi ruptur maka infeksi akan meluas keseluruh otak dan bisa
timbul meningitis.
AO dapat terjadi
akibat penyebaran perkontinuitatum dari fokus infeksi di sekitar otak maupun
secara hematogen dari tempat yang jauh, atau secara langsung seperti trauma
kepala dan operasi kraniotomi. Abses yang terjadi oleh penyebaran hematogen
dapat pada setiap bagian otak, tetapi paling sering pada pertemuan substansia
alba dan grisea; sedangkan yang perkontinuitatum biasanya berlokasi pada daerah
dekat permukaan otak pada lobus tertentu.
AO bersifat soliter
atau multipel. Yang multipel biasanya ditemukan pada penyakit jantung bawaan
sianotik; adanya shunt kanan ke kiri akan menyebabkan darah sistemik selalu
tidak jenuh sehingga sekunder terjadi polisitemia. Polisitemia ini memudahkan
terjadinya trombo-emboli. Umumnya lokasi abses pada tempat yang sebelumnya
telah mengalami infark akibat trombosis; tempat ini menjadi rentan terhadap
bakteremi atau radang ringan. Karena adanya shunt kanan ke kin maka bakteremi
yang biasanya dibersihkan oleh paru-paru sekarang masuk langsung ke dalam
sirkulasi sistemik yang kemudian ke daerah infark. Biasanya terjadi pada umur
lebih dari 2 tahun. Dua pertiga AO adalah soliter, hanya sepertiga AO adalah
multipel. Pada tahap awal AO terjadi reaksi radang yang difus pada jaringan
otak dengan infiltrasi lekosit disertai udem, perlunakan dan kongesti jaringan
otak, kadang-kadang disertai bintik perdarahan. Setelah beberapa hari sampai
beberapa minggu terjadi nekrosis dan pencairan pada pusat lesi sehingga
membentuk suatu rongga abses. Astroglia, fibroblas dan makrofag mengelilingi
jaringan yang nekrotik. Mula-mula abses tidak berbatas tegas tetapi lama
kelamaan dengan fibrosis yang progresif terbentuk kapsul dengan dinding yang
konsentris. Tebal kapsul antara beberapa milimeter sampai beberapa sentimeter.
Beberapa ahli membagi perubahan patologi AO dalam 4 stadium yaitu :
1.
stadium
serebritis dini
2.
stadium
serebritis lanjut
3.
stadium
pembentukan kapsul dini
4.
stadium
pembentukan kapsul lanjut.
Abses dalam kapsul
substansia alba dapat makin membesar dan meluas ke arah ventrikel sehingga bila
terjadi ruptur, dapat menimbulkan meningitis.
Infeksi jaringan
fasial, selulitis orbita, sinusitis etmoidalis, amputasi meningoensefalokel
nasal dan abses apikal dental dapat menyebabkan AO yang berlokasi pada lobus
frontalis. Otitis media, mastoiditis terutama menyebabkan AO lobus temporalis
dan serebelum, sedang abses lobus parietalis biasanya terjadi secara hematogen.
D. Manifestasi Klinik
Tanda dan gejala
awal dan umum dari abses otak adalah nyeri kepala, IM menurun kesadaran mungkin
dpat terjadi, kaku kuduk, kejang, defisit motorik, adanya tandatanda
peningkatan tekanan intrakranial. Tanda dan gejala lain tergantung dari lokasi
abses.
Lokasi
|
Tanda dan Gejala
|
Sumber Infeksi
|
Lobus frontalis
|
1. Kulit kepala
lunak/lembut
2. Nyeri kepala
yang terlokalisir di frontal
3. Letargi, apatis,
disorientasi
4. Hemiparesis
/paralisis
5. Kontralateral
6. Demam tinggi
7. Kejang
|
Sinus paranasal
|
Lobus temporal
|
1. Dispagia
2. Gangguan lapang
pandang
3. Distonia
4. Paralisis saraf
III dan IV
5. Paralisis fasial
kontralateral
|
|
cerebellum
|
1. Ataxia
ipsilateral
2. Nystagmus
3. Dystonia
4. Kaku kuduk
positif
5. Nyeri kepala
pada suboccipital
6. Disfungsi saraf
III, IV, V, VI.
|
Infeksi
pada telinga tengah
|
E. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostik
yang dapat dilakukan pada pasien dengan kasus abses otak, yaitu:
1.
X-ray
tengkorak, sinus, mastoid, paru-paru: terdapat proses suppurative.
2.
CT
scan: adanya lokasi abses dan ventrikel terjadi perubahan ukuran.
3.
MRI:
sama halnya dengan CT scan yaitu adanya lokasi abses dan ventrikel
terjadi perubahan ukuran.
4.
Biopsi
otak: mengetahui jenis kuman patogen.
5.
Lumbal
Pungsi: meningkatnya sel darah putih, glukosa normal, protein meningkat
(kontraindikasi pada kemungkinan terjadi herniasi karena peningkatan TIK).
F. Penatalaksanaan
Penetalaksaan medis
yang dilakukan pada abses otak, yaitu:
1.
Penatalaksaan
Umum
a.
Support
nutrisi: tinggi kalori dan tinggi protein.
b.
Terapi
peningktan TIK
c.
Support
fungsi tanda vital
d.
Fisioterapi
2.
Pembedahan
3.
Pengobatan
a.
Antibiotik:
Penicillin G, Chlorampenicol, Nafcillin, Matronidazole.
b.
Glococorticosteroid:
Dexamethasone
c.
Anticonvulsants:
Oilantin.
G. Komplikasi
Kemungkinan
komplikasi yang akan terjadi pada pasien dengan abses otak adalah:
1.
Gangguan
mental
2.
Paralisis,
3.
Kejang
4.
Defisit
neurologis fokal
5.
Hidrosephalus
6.
Herniasi
H. Konsep Keperawatan
a. Pengkajian
1.
Identitas
klien dan psikososial
a.
usia,
b.
Jenis
kelamin
c.
Pendidikan
d.
Alamat
e.
Pekerjaan
f.
Agama
g.
Suku
bangsa
h.
Reran
keluarga
i.
Penampilan
sebelum sakit
j.
Mekanisme
koping
k.
Tempat
tinggal yang kumuh
2.
Keluhan
utama: nyeri kepala disertai dengan penurunan kesadaran.
3.
Riwayat
penyakit sekarang: demam, anoreksi dan malaise, peninggikatan tekanan
intrakranial serta gejala nerologik fokal.
4.
Riwayat
penyakit dahulu: pernah atau tidak menderita infeksi telinga (otitis media,
mastoiditis) atau infeksi paru-paru (bronkiektaksis,abses paru,empiema),
jantung (endokarditis), organ pelvis, gigi dan kulit.
5.
Pemeriksaan
fisik
a.
Tingkat
kesadaran
b.
Nyeri
kepala
c.
Nystagmus
d.
Ptosis
e.
Gangguan
pendengaran dan penglihatan
f.
Peningkatan
sushu tubuh
g.
Paralisis/kelemahan
otot
h.
Perubahan
pola napas
i.
Kejang
j.
Tanda-tanda
peningkatan tekanan intrakranial
k.
Kaku
kuduk
l.
Tanda
brudzinski’s dan kernig’s positif
6.
Pola
fungsi kesehatan
a.
Aktivitas/istirahat
Gejala: malaise
Tanda: ataksia,masalah berjalan,kelumpuhan,gerakan
involunter.
b.
Sirkulasi
Gejala: adanya riwayat kardiopatologi, seperti
endokarditis
Tanda: TD meningkat,nadi menurun (berhubungan peningkatan
TIK dan pengaruh pada vasomotor).
c.
Eliminasi
Tanda: adanya inkontensia dan/atau retensi.
d.
Nutrisi
Gejala: kehilangan nafsu makan,disfagia (pada periode
akut).
Tanda: anoreksia,muntah.turgor kulit jelek,membran mukosa
kering.
e.
Higiene
Tanda: ketergantungan terhadap semua kebutuhan perawatan
diri (pada periode akut).
f.
Neurosensori
Gejala: sakit kepala,parestesia,timbul kejang, gangguan
penglihatan
Tanda: penurunan status mental dan kesadaran,kehilangan
memori, sulit dalam mengambil keputusan,afasia,mata; pupil unisokor
(peningkatan TIK),nistagmus.kejang umum lokal.
g.
Nyeri
/kenyamanan
Gejala: Sakit kepala mungkin akan diperburuk oleh
ketegangan pada leher/punggung kaku.
Tanda: tampak terus terjaga. Menangis/mengeluh.
h.
Pernapasan
Gejala: adanya riwayat infeksi sinus atau paru
Tanda: peningkatan kerja pernapasan ( episode awal ).
Perubahan mental (letargi sampai koma) dan gelisah.
i.
Keamanan
Gejala: adanya riwayat ISPA/infeksi lain meliputi ; mastoiditis, telinga tengah, sinus,abses gigi; infeksi pelvis,abdomen atau kulit;fungsi lumbal, pembedahan, fraktur pada tengkorak/cedera kepala.
Gejala: adanya riwayat ISPA/infeksi lain meliputi ; mastoiditis, telinga tengah, sinus,abses gigi; infeksi pelvis,abdomen atau kulit;fungsi lumbal, pembedahan, fraktur pada tengkorak/cedera kepala.
Tanda: suhu meningkat, diaforesis, menggigil. Kelemahan
secara umum; tonus otot flaksid atau spastik;paralisis atau parese.Gangguan
sensasi.
b. Diagnosa
Diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien dengan abses
otak, yaitu:
1.
Perubahan
perfusi jaringan serebral berhubungan dengan proses peradangan, peningkatan
tekanan intra kranial (TIK)
2.
Resiko
injuri: jatuh berhubungan dengan aktivitas kejang, penurunan kesadaran dan
status mental.
3.
Kerusakan
mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan umum, defisit neurologik.
4.
Hipertermia
berhubungan dengan infeksi
5.
Ketidakseimbangan
cairan berhubungan dengan intake tidak adekuat, kehilangan cairan.
6.
Perubahan
nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia, kelemahan,
mual dan muntah, intake yang tidak adekuat.
7.
Nyeri
berhubungan dengan nyeri kepala, kaku kuduk, iritasi meningeal.
c. Intervensi
Intervensi yang direncanakan pada klien dengan abses
otak, yaitu:
1.
Perubahan
perfusi jaringan serebral berhubungan dengan proses peradangan, peningkatan
tekanan intra kranial (TIK).
Kriteria hasil:
a.
Mempertahankan
tingkat kesadaran dan orientasi
b.
Tanda
vital dalam batas normal
c.
Tidak
terjadi defisit neurologi
Intervensi
|
Rasional
|
·
Monitor status neurologi setiap 2 jam: tingkat kesadaran, pupil, refleks,
kemampuan motorik, nyeri kepala, kaku kuduk.
·
Monitor tanda vital dan temperatur setiap 2 jam.
·
Kurangi aktivitas yang dapat menimbulkan peningkatan TIK: batuk,
mengedan, muntah, menahan napas.
·
Berikan waktu istirahat yang cukup dan kurangi stimulus lingkungan.
·
Tinggikan posisi kepala 30-40o pertahankan kepala pada posisi
neutral, hindari fleksi leher.
·
Kolaborasi dalam pemberian diuretik osmotik, steroid, oksigen,
antibiotik.
|
·
Tanda dari iritasi meningeal terjadi akibat peradangan dan mengakibatkan
peningkatan TIK.
·
Perubahan tekanan nadi dan bradikardia indikasi herniasi otak dan
peningkatan TIK.
·
Menghindari peningktan TIK.
·
Mengurangi peningkatan TIK.
·
Memfasilitasi kelancaran aliran darah vena.
·
Mengurangi edema serebral, memenuhi kebutuhan oksigenasi, menghilangkan
faktor penyebab.
|
2.
Resiko
injuri: jatuh berhubungan dengan aktivitas kejang, penurunan kesadaran dan status
mental.
Kriteria hasil:
a.
Mempertahankan tingkat kesadaran dan orientasi
b. Kejang
tidak terjadi
c.
Injuri tidak terjadi
Intervensi
|
Rasional
|
·
Kaji status neurologi setiap 2 jam.
·
Pertahankan keamanan pasien seperti penggunaan penghalang tempat tidur,
kesiapan suction, spatel, oksigen.
·
Catat aktivitas kejang dan tinggal bersama pasien selama kejang.
·
Kaji status neurologik dan tanda vital setelah kejang.
·
Orientasikan pasien ke lingkungan.
·
Kolaborasi dalal pemberian obat anti kejang.
|
·
Menentukan keadaan pasien dan resiko kejang.
·
Mengurangi resiko injuri dan mencegah obstruksi pernapasan.
·
Merencanakan intervensi lebih lanjut dan mengurangi kejang.
·
Mengetahui respon post kejang.
·
Setelah kejang kemungkinan pasien disorientasi.
·
Mengurangi resiko kejang/ menghentikan kejang.
|
3.
Kerusakan
mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan umum, defisit neurologik.
Kriteria hasil:
a. Pasien
dapat mempertahankan mobilisasinya secara optimal.
b. Integritas
kulit utuh.
c.
Tidak terjadi atropi.
d. Tidak
terjadi kontraktur.
Intervensi
|
Rasional
|
·
Kaji kemampuan mobilisasi.
|
·
Hemiparese mungkin dapat terjadi.
|
·
Alih posisi pasien setiap 2 jam.
|
·
Menghindari kerusakan kulit.
|
·
Lakukan masage bagian tubuh yang tertekan.
|
·
Melancarkan aliran darah dan mencegah dekubitus.
|
·
Lakukan ROM pasive.
|
·
Menghindari kontraktur dan atropi.
|
·
Monitor tromboemboli, konstipasi.
|
·
Komplikasi immobilitas.
|
·
Konsul pada ahli fisioterapi jika diperlukan.
|
·
Perencanaan yang penting lebih lanjut.
|
4.
Hipertermia
berhubungan dengan infeksi
Kriteria Hasil:
a. Suhu tubuh
normal 36,5 – 37, 5o C.
b. Tanda
vital normal.
c.
Turgor kulit baik.
d.
Pengeluaran urine tidak pekat, elektrolit dalam batas normal.
Intervensi
|
Rasional
|
·
Monitor suhu setiap 2 jam.
|
·
Mengetahui suhu tubuh.
|
·
Monitor tanda vital.
|
·
Efek dari peningkatan suhu adalah perubahan nadi, pernapasan dan tekanan
darah.
|
·
Monitor tanda-tanda dehidrasi.
|
·
Tubuh dapat kehilngan cairan melalui kulit dan penguapan.
|
·
Berikan obat anti pireksia.
|
·
Mengurangi suhu tubuh.
|
·
Berikan minum yang cukup 2000 cc/hari.
|
·
Mencegah dehidrasi.
|
·
Lakukan kompres dingin dan hangat.
|
·
Mengurangi suhu tubuh melalui proses konduksi.
|
·
Monitor tanda-tanda kejang.
|
·
Suhu tubuh yang panas berisiko terjadi kejang.
|
5.
Ketidakseimbangan
cairan berhubungan dengan intake tidak adekuat, kehilangan cairan.
Kriteria Hasil :
a. Suhu tubuh
normal 36,5 – 37, 5o C.
b. Tanda
vital normal.
c.
Turgor kulit baik.
d.
Pengeluaran urine tidak pekat, elektrolit dalam batas normal.
Intervensi
|
Rasional
|
·
Ukur tanda vital setiap 4 jam.
|
·
Ketidak seimbangan cairan dan elektrolit menimbulkan perubahan tanda
vital seperti penurunan tekanan darah, dan peningkatan nadi.
|
·
Monitir hasil pemeriksaan laboratorium terutama elektrolit.
|
·
Mengetahui perbaikan atau ketidak seimbangan cairan dan elektrolit.
|
·
Observasi tanda-tanda dehidrasi.
|
·
Mencegah secara dini terjadinya dehidrasi.
|
·
Catat intake dan output cairan.
|
·
Mengetahui keseimbangan cairan.
|
·
Berikan minuman dalam porsi sedikit tetapi sering.
|
·
Mengurangi distensi gaster.
|
·
Pertahankan temperatur tubuh dalam batas normal.
|
·
Peningkatan temperatur meng-akibatkan pengeluaran cairan lewat kulit
bertambah.
|
·
Kolaborasi dalam pemberian cairan intravena.
|
·
Pemenuhan kebutuhan cairan dengan IV akan mempercepat pemulihan
dehidrasi.
|
·
Pertahankan dan monitor tekanan vena setral.
|
·
Tekanan vena sentral untuk mengetahui keseimbangan cairan.
|
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Abses otak (AO)
adalah suatu reaksi piogenik yang terlokalisir pada jaringan otak. Kasus ini
bisa terjadi pada anak dan dewasa. Infeksi yang terjadi diakibatkan oleh jamur,
bakteri, parasit dan komplikasi lain, misalnya otitis media dan mastoiditis.
Pada pasien yang mengalami abses otak akan rentan terhadap
komplikasi-komplikasi yang sangat berbahaya bagi penderitanya, misalnya:
gangguan mental, paralisis, kejang, defisit neurologis fokal, hidrosephalus
serta herniasi. Kasus ini dapat menyebabkan masalah keperawatan, seperti:
perubahan perfusi jaringan serebral, resiko injuri, kerusakan mobilitas fisik,
hipertermia, ketidakseimbangan cairan, nutrisi kurang dari kebutuhan serta
nyeri.
B. Saran
Abses otak dapat
menyebabkan perubahan status kesehatan pada penderitanya serta dapat
menimbulkan komplikasi yang dapat memperparah kondisi prognosis pada klien
dengan kasus tersebut. Oleh karena itu perlu adanya penanganan yang serius
terhadap kasus ini.
DAFTAR
PUSTAKA
Corwin, Elizabeth
J. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Edisi Revisi. EGC: Jakarta
Guyton. 1987.
Fisiologi Manusia dan Mekanisme Penyakit Edisi Revisi. EGC: Jakarta.
Harsono. 1996. Buku
Ajar Neurologi Klinis. Edisi I. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
Jukarnain. 2011. Keperawatan
Medikal – Bedah gangguan Sistem Persarafan.
Long, Barbara C.
1996. Keperawatan Medikal Bedah : Suatu Pendekatan Proses Keperawatan.
Bandung: yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan.
Price, Sylvia A.
2006. Patofisiologi Konsep Klinis dan Proses-Proses Penyakit Volume 1 Edisi
6. EGC: Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
gabung yuk