berita terbaru

Selasa, 24 April 2012

askep abses otak



MAKALAH
KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH III
“ ASKEP ABSES OTAK “

Logo akper SAKRA








Di Susun Oleh :
RUSMAN IRFANDI
032001 D 10089


PEMERINTAH PEROVINSI NUSA TENGGRA BARAT
DINAS KESEHATAN
AKADEMI PERAWAT KESEHATAN NTB
TAHUN 2012


KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT, yang atas rahmat-Nya maka kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “ASKEP ABSES OTAK”. Makalah ini kami susun untuk memenuhi tugas mata kuliah KMB III.
Dalam penyusunan makalah ini kami merasa masih banyak kekurangan-kekurangan baik pada teknis penulisan maupun materi. Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak sangat kami harapkan demi penyempurnaan pembuatan makalah selanjutnya.
Dalam penulisan makalah ini kami menyampaikan ucapan terima kasih yang tak terhingga kepada pihak-pihak yang membantu dalam menyelesaikan makalah ini sehingga dapat selesai tepat waktu.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat dan menjadi sumbangan pemikiran bagi pihak yang membutuhkan, khususnya bagi kami sehingga tujuan yang diharapkan dapat tercapai, Amiin.


DAFTAR ISI

Kata Pengantar........................................................................................................  i
Daftar Isi..................................................................................................................  ii
BAB I  PENDAHULUAN.....................................................................................  1
A.   Latar Belakang..............................................................................................  1
B.    Tujuan...........................................................................................................  1
BAB II  PEMBAHASAN......................................................................................  2 
A.   Pengertian.....................................................................................................  2
B.    Etiologi.........................................................................................................  2
C.    Patofisiologi..................................................................................................  3
D.   Manifestasi Klinik.........................................................................................  4
E.    Pemeriksaan Diagnostik................................................................................  5
F.     Penatalaksanaan............................................................................................  5
G.   Komplikasi....................................................................................................  6
H.   Konsep Keperawatan....................................................................................  6
BAB III PENUTUP................................................................................................ 13
A.   Kesimpulan................................................................................................... 13
B.    Saran............................................................................................................. 13
DAFTAR PUSTAKA

BAB I
PENDAHULUAN

A.   Latar Belakang
Abses otak (AO) adalah suatu reaksi piogenik yang terlokalisir pada jaringan otak. Kasus ini bisa terjadi pada anak dan dewasa. Infeksi yang terjadi diakibatkan oleh jamur, bakteri, parasit dan komplikasi lain, misalnya otitis media dan mastoiditis. Pada pasien yang mengalami abses otak akan rentan terhadap komplikasi-komplikasi yang sangat berbahaya bagi penderitanya, misalnya: gangguan mental, paralisis, kejang, defisit neurologis fokal, hidrosephalus serta herniasi, oleh karena itu perlu adanya penanganan yang serius terhadap kasus ini.

B.    Tujuan
Tujuan disusunnya asuhan keperawatan ini adalah:
1.        Untuk memenuhi kegiatan belajar mengajar dari mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah II (KMB II).
2.        Memperoleh gambaran mengenai abses otak.
3.        Dapat memahami tentang konsep asuhan keperawatan pasien dengan abses otak.













BAB II
PEMBAHASAN

A.   Pengertian
Abses otak (AO) adalah suatu proses infeksi yang melibatkan parenkim otak; terutama disebabkan oleh penyebaran infeksi dari fokus yang berdekatan atau melaui sistem vaskular. Timbunan abses pada daerah otak mempunyai daerah spesifik, pada daerah cerebrum 75% dan cerebellum 25%.

B.    Etiologi
Penyebab dari abses otak ini antara lain, yaitu:
1.     Bakteri
Bakteri yang tersering adalah Staphylococcus aureus, Streptococcus anaerob, Streptococcus beta hemolyticus, Streptococcus alpha hemolyticus, E. coli dan Baeteroides. Abses oleh Staphylococcus biasanya berkembang dari perjalanan otitis media atau fraktur kranii. Bila infeksi berasal dari sinus paranasalis penyebabnya adalah Streptococcus aerob dan anaerob, Staphylococcus dan Haemophilus influenzae. Abses oleh Streptococcus dan Pneumococcus sering merupakan komplikasi infeksi paru. Abses pada penderita jantung bawaan sianotik umumnya oleh Streptococcus anaerob.
2.     Jamur
Jamur penyebab AO antara lain Nocardia asteroides, Cladosporium trichoides dan spesies Candida dan Aspergillus.
3.     Parasit
Walaupun jarang, Entamuba histolitica, suatu parasit amuba usus dapat menimbulkan AO secara hematogen.
4.     Komplikasi dari infeksi lain
Komplikasi dari infeksi telinga (otitis media, mastoiditis) hampir setengah dari jumlah penyebab abses otak serta komplikasi infeksi lainnya seperti: paru-paru (bronkiektaksis, abses paru, empisema), jantung (endokarditis), organ pelvis, gigi dan kulit.

C.   Patofisiologi
Mikroorganisme penyebab abses masuk ke otak dengan cara:
a.       Implantasi langsung akibat trauma, tindakan operasi, pungsi lumbal. Penyebaran infeksi kronik pada telinga, sinus, mastoid, dimana bakteri dapat masuk ke otak dengan melalui tulang atau pembuluh darah.
b.      Penyebaran bakteri dari fokus primer pada paru-paru seperti abses paru, bronchiactasis, empyema, pada endokarditis dan perikarditis.
c.       Komplikasi dari meningitis purulenta.
Fase awal abses otak ditandai dengan edema lokal, hiperemia infiltrasi leukosit atau melunaknya parenkim. Trombisis sepsis dan edema. Beberapa hari atau minggu dari fase awal terjadi proses liquefaction atau dinding kista berisi pus. Kemudian terjadi ruptur, bila terjadi ruptur maka infeksi akan meluas keseluruh otak dan bisa timbul meningitis.
AO dapat terjadi akibat penyebaran perkontinuitatum dari fokus infeksi di sekitar otak maupun secara hematogen dari tempat yang jauh, atau secara langsung seperti trauma kepala dan operasi kraniotomi. Abses yang terjadi oleh penyebaran hematogen dapat pada setiap bagian otak, tetapi paling sering pada pertemuan substansia alba dan grisea; sedangkan yang perkontinuitatum biasanya berlokasi pada daerah dekat permukaan otak pada lobus tertentu.
AO bersifat soliter atau multipel. Yang multipel biasanya ditemukan pada penyakit jantung bawaan sianotik; adanya shunt kanan ke kiri akan menyebabkan darah sistemik selalu tidak jenuh sehingga sekunder terjadi polisitemia. Polisitemia ini memudahkan terjadinya trombo-emboli. Umumnya lokasi abses pada tempat yang sebelumnya telah mengalami infark akibat trombosis; tempat ini menjadi rentan terhadap bakteremi atau radang ringan. Karena adanya shunt kanan ke kin maka bakteremi yang biasanya dibersihkan oleh paru-paru sekarang masuk langsung ke dalam sirkulasi sistemik yang kemudian ke daerah infark. Biasanya terjadi pada umur lebih dari 2 tahun. Dua pertiga AO adalah soliter, hanya sepertiga AO adalah multipel. Pada tahap awal AO terjadi reaksi radang yang difus pada jaringan otak dengan infiltrasi lekosit disertai udem, perlunakan dan kongesti jaringan otak, kadang-kadang disertai bintik perdarahan. Setelah beberapa hari sampai beberapa minggu terjadi nekrosis dan pencairan pada pusat lesi sehingga membentuk suatu rongga abses. Astroglia, fibroblas dan makrofag mengelilingi jaringan yang nekrotik. Mula-mula abses tidak berbatas tegas tetapi lama kelamaan dengan fibrosis yang progresif terbentuk kapsul dengan dinding yang konsentris. Tebal kapsul antara beberapa milimeter sampai beberapa sentimeter. Beberapa ahli membagi perubahan patologi AO dalam 4 stadium yaitu :
1.      stadium serebritis dini
2.      stadium serebritis lanjut
3.      stadium pembentukan kapsul dini
4.      stadium pembentukan kapsul lanjut.
Abses dalam kapsul substansia alba dapat makin membesar dan meluas ke arah ventrikel sehingga bila terjadi ruptur, dapat menimbulkan meningitis.
Infeksi jaringan fasial, selulitis orbita, sinusitis etmoidalis, amputasi meningoensefalokel nasal dan abses apikal dental dapat menyebabkan AO yang berlokasi pada lobus frontalis. Otitis media, mastoiditis terutama menyebabkan AO lobus temporalis dan serebelum, sedang abses lobus parietalis biasanya terjadi secara hematogen.

D.   Manifestasi Klinik
Tanda dan gejala awal dan umum dari abses otak adalah nyeri kepala, IM menurun kesadaran mungkin dpat terjadi, kaku kuduk, kejang, defisit motorik, adanya tandatanda peningkatan tekanan intrakranial. Tanda dan gejala lain tergantung dari lokasi abses.

Lokasi
Tanda dan Gejala
Sumber Infeksi
Lobus frontalis
1.   Kulit kepala lunak/lembut
2.   Nyeri kepala yang terlokalisir di frontal
3.   Letargi, apatis, disorientasi
4.   Hemiparesis /paralisis
5.   Kontralateral
6.   Demam tinggi
7.   Kejang
Sinus paranasal
Lobus temporal
1.   Dispagia
2.   Gangguan lapang pandang
3.   Distonia
4.   Paralisis saraf III dan IV
5.   Paralisis fasial kontralateral

cerebellum
1.   Ataxia ipsilateral
2.   Nystagmus
3.   Dystonia
4.   Kaku kuduk positif
5.   Nyeri kepala pada suboccipital
6.   Disfungsi saraf III, IV, V, VI.
Infeksi pada telinga tengah

E.    Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostik yang dapat dilakukan pada pasien dengan kasus abses otak, yaitu:
1.      X-ray tengkorak, sinus, mastoid, paru-paru: terdapat proses suppurative.
2.      CT scan: adanya lokasi abses dan ventrikel terjadi perubahan ukuran.
3.      MRI: sama halnya dengan CT scan  yaitu adanya lokasi abses dan ventrikel terjadi perubahan ukuran.
4.      Biopsi otak: mengetahui jenis kuman patogen.
5.      Lumbal Pungsi: meningkatnya sel darah putih, glukosa normal, protein meningkat (kontraindikasi pada kemungkinan terjadi herniasi karena peningkatan TIK).

F.    Penatalaksanaan
Penetalaksaan medis yang dilakukan pada abses otak, yaitu:
1.     Penatalaksaan Umum
a.      Support nutrisi: tinggi kalori dan tinggi protein.
b.     Terapi peningktan TIK
c.      Support fungsi tanda vital
d.     Fisioterapi

2.      Pembedahan
3.      Pengobatan
a.      Antibiotik: Penicillin G, Chlorampenicol, Nafcillin, Matronidazole.
b.     Glococorticosteroid: Dexamethasone
c.      Anticonvulsants: Oilantin.

G.   Komplikasi
Kemungkinan komplikasi yang akan terjadi pada pasien dengan abses otak adalah:
1.      Gangguan mental
2.      Paralisis,
3.      Kejang
4.      Defisit neurologis fokal
5.      Hidrosephalus
6.      Herniasi

H.   Konsep Keperawatan
a.     Pengkajian
1.     Identitas klien dan psikososial
a.      usia,
b.     Jenis kelamin
c.      Pendidikan
d.     Alamat
e.      Pekerjaan
f.      Agama
g.     Suku bangsa
h.     Reran keluarga
i.       Penampilan sebelum sakit
j.       Mekanisme koping
k.     Tempat tinggal yang kumuh


2.     Keluhan utama: nyeri kepala disertai dengan penurunan kesadaran.
3.     Riwayat penyakit sekarang: demam, anoreksi dan malaise, peninggikatan tekanan intrakranial serta gejala nerologik fokal.
4.     Riwayat penyakit dahulu: pernah atau tidak menderita infeksi telinga (otitis media, mastoiditis) atau infeksi paru-paru (bronkiektaksis,abses paru,empiema), jantung (endokarditis), organ pelvis, gigi dan kulit.
5.     Pemeriksaan fisik
a.       Tingkat kesadaran
b.      Nyeri kepala
c.       Nystagmus
d.      Ptosis
e.       Gangguan pendengaran dan penglihatan
f.       Peningkatan sushu tubuh
g.      Paralisis/kelemahan otot
h.      Perubahan pola napas
i.        Kejang
j.        Tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial
k.      Kaku kuduk
l.        Tanda brudzinski’s dan kernig’s positif
6.     Pola fungsi kesehatan
a.      Aktivitas/istirahat
Gejala: malaise
Tanda: ataksia,masalah berjalan,kelumpuhan,gerakan involunter.
b.     Sirkulasi
Gejala: adanya riwayat kardiopatologi, seperti endokarditis
Tanda: TD meningkat,nadi menurun (berhubungan peningkatan TIK dan pengaruh pada vasomotor).
c.      Eliminasi
Tanda: adanya inkontensia dan/atau retensi.
d.     Nutrisi
Gejala: kehilangan nafsu makan,disfagia (pada periode akut).
Tanda: anoreksia,muntah.turgor kulit jelek,membran mukosa kering.
e.      Higiene
Tanda: ketergantungan terhadap semua kebutuhan perawatan diri (pada periode akut).
f.      Neurosensori
Gejala: sakit kepala,parestesia,timbul kejang, gangguan penglihatan
Tanda: penurunan status mental dan kesadaran,kehilangan memori, sulit dalam mengambil keputusan,afasia,mata; pupil unisokor (peningkatan TIK),nistagmus.kejang umum lokal.
g.     Nyeri /kenyamanan
Gejala: Sakit kepala mungkin akan diperburuk oleh ketegangan pada leher/punggung kaku.
Tanda: tampak terus terjaga. Menangis/mengeluh.
h.     Pernapasan
Gejala: adanya riwayat infeksi sinus atau paru
Tanda: peningkatan kerja pernapasan ( episode awal ). Perubahan mental (letargi sampai koma) dan gelisah.
i.       Keamanan
Gejala: adanya riwayat ISPA/infeksi lain meliputi ; mastoiditis, telinga tengah, sinus,abses gigi; infeksi pelvis,abdomen atau kulit;fungsi lumbal, pembedahan, fraktur pada tengkorak/cedera kepala.
Tanda: suhu meningkat, diaforesis, menggigil. Kelemahan secara umum; tonus otot flaksid atau spastik;paralisis atau parese.Gangguan sensasi.

b.     Diagnosa
Diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien dengan abses otak, yaitu:
1.      Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan proses peradangan, peningkatan tekanan intra kranial (TIK)
2.      Resiko injuri: jatuh berhubungan dengan aktivitas kejang, penurunan kesadaran dan status mental.
3.      Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan umum, defisit neurologik.
4.      Hipertermia berhubungan dengan infeksi
5.      Ketidakseimbangan cairan berhubungan dengan intake tidak adekuat, kehilangan cairan.
6.      Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia, kelemahan, mual dan muntah, intake yang tidak adekuat.
7.      Nyeri berhubungan dengan nyeri kepala, kaku kuduk, iritasi meningeal.

c.      Intervensi
Intervensi yang direncanakan pada klien dengan abses otak, yaitu:
1.     Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan proses peradangan, peningkatan tekanan intra kranial (TIK).
Kriteria hasil:
a.      Mempertahankan tingkat kesadaran dan orientasi
b.     Tanda vital dalam batas normal
c.      Tidak terjadi defisit neurologi
Intervensi
Rasional
·    Monitor status neurologi setiap 2 jam: tingkat kesadaran, pupil, refleks, kemampuan motorik, nyeri kepala, kaku kuduk.
·    Monitor tanda vital dan temperatur setiap 2 jam.

·    Kurangi aktivitas yang dapat menimbulkan peningkatan TIK: batuk, mengedan, muntah, menahan napas.
·    Berikan waktu istirahat yang cukup dan kurangi stimulus lingkungan.
·    Tinggikan posisi kepala 30-40o pertahankan kepala pada posisi neutral, hindari fleksi leher.
·    Kolaborasi dalam pemberian diuretik osmotik, steroid, oksigen, antibiotik.
·    Tanda dari iritasi meningeal terjadi akibat peradangan dan mengakibatkan peningkatan TIK.

·    Perubahan tekanan nadi dan bradikardia indikasi herniasi otak dan peningkatan TIK.
·    Menghindari peningktan TIK.



·    Mengurangi peningkatan TIK.


·    Memfasilitasi kelancaran aliran darah vena.

·    Mengurangi edema serebral, memenuhi kebutuhan oksigenasi, menghilangkan faktor penyebab.



2.     Resiko injuri: jatuh berhubungan dengan aktivitas kejang, penurunan kesadaran dan status mental.
Kriteria hasil:
a.  Mempertahankan tingkat kesadaran dan orientasi
b.  Kejang tidak terjadi
c.   Injuri tidak terjadi
Intervensi
Rasional
·    Kaji status neurologi setiap 2 jam.

·    Pertahankan keamanan pasien seperti penggunaan penghalang tempat tidur, kesiapan suction, spatel, oksigen.
·    Catat aktivitas kejang dan tinggal bersama pasien selama kejang.
·    Kaji status neurologik dan tanda vital setelah kejang.
·    Orientasikan pasien ke lingkungan.

·    Kolaborasi dalal pemberian obat anti kejang.
·    Menentukan keadaan pasien dan resiko kejang.
·    Mengurangi resiko injuri dan mencegah obstruksi pernapasan.


·    Merencanakan intervensi lebih lanjut dan mengurangi kejang.
·    Mengetahui respon post kejang.

·    Setelah kejang kemungkinan pasien disorientasi.
·    Mengurangi resiko kejang/ menghentikan kejang.

3.     Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan umum, defisit neurologik.
Kriteria hasil:
a.  Pasien dapat mempertahankan mobilisasinya secara optimal.
b.  Integritas kulit utuh.
c.   Tidak terjadi atropi.
d.  Tidak terjadi kontraktur.
Intervensi
Rasional
·    Kaji kemampuan mobilisasi.
·    Hemiparese mungkin dapat terjadi.
·    Alih posisi pasien setiap 2 jam.
·    Menghindari kerusakan kulit.
·    Lakukan masage bagian tubuh yang tertekan.
·    Melancarkan aliran darah dan mencegah dekubitus.
·    Lakukan ROM pasive.
·    Menghindari kontraktur dan atropi.
·    Monitor tromboemboli, konstipasi.
·    Komplikasi immobilitas.
·    Konsul pada ahli fisioterapi jika diperlukan.
·    Perencanaan yang penting lebih lanjut.
4.     Hipertermia berhubungan dengan infeksi
Kriteria Hasil:
a.  Suhu tubuh normal 36,5 – 37, 5o C.
b.  Tanda vital normal.
c.   Turgor kulit baik.
d.  Pengeluaran urine tidak pekat, elektrolit dalam batas normal.
Intervensi
Rasional
·    Monitor suhu setiap 2 jam.
·    Mengetahui suhu tubuh.
·    Monitor tanda vital.
·    Efek dari peningkatan suhu adalah perubahan nadi, pernapasan dan tekanan darah.
·    Monitor tanda-tanda dehidrasi.
·    Tubuh dapat kehilngan cairan melalui kulit dan penguapan.
·    Berikan obat anti pireksia.
·    Mengurangi suhu tubuh.
·    Berikan minum yang cukup 2000 cc/hari.
·    Mencegah dehidrasi.
·    Lakukan kompres dingin dan hangat.
·    Mengurangi suhu tubuh melalui proses konduksi.
·    Monitor tanda-tanda kejang.
·    Suhu tubuh yang panas berisiko terjadi kejang.


5.     Ketidakseimbangan cairan berhubungan dengan intake tidak adekuat, kehilangan cairan.
Kriteria Hasil :
a.  Suhu tubuh normal 36,5 – 37, 5o C.
b.  Tanda vital normal.
c.   Turgor kulit baik.
d.  Pengeluaran urine tidak pekat, elektrolit dalam batas normal.
Intervensi
Rasional
·    Ukur tanda vital setiap 4 jam.
·    Ketidak seimbangan cairan dan elektrolit menimbulkan perubahan tanda vital seperti penurunan tekanan darah, dan peningkatan nadi.
·    Monitir hasil pemeriksaan laboratorium terutama elektrolit.
·    Mengetahui perbaikan atau ketidak seimbangan cairan dan elektrolit.
·    Observasi tanda-tanda dehidrasi.
·    Mencegah secara dini terjadinya dehidrasi.
·    Catat intake dan output cairan.
·    Mengetahui keseimbangan cairan.
·    Berikan minuman dalam porsi sedikit tetapi sering.
·    Mengurangi distensi gaster.
·    Pertahankan temperatur tubuh dalam batas normal.
·    Peningkatan temperatur meng-akibatkan pengeluaran cairan lewat kulit bertambah.
·    Kolaborasi dalam pemberian cairan intravena.
·    Pemenuhan kebutuhan cairan dengan IV akan mempercepat pemulihan dehidrasi.
·    Pertahankan dan monitor tekanan vena setral.
·    Tekanan vena sentral untuk mengetahui keseimbangan cairan.


BAB III
PENUTUP

A.   Kesimpulan
Abses otak (AO) adalah suatu reaksi piogenik yang terlokalisir pada jaringan otak. Kasus ini bisa terjadi pada anak dan dewasa. Infeksi yang terjadi diakibatkan oleh jamur, bakteri, parasit dan komplikasi lain, misalnya otitis media dan mastoiditis. Pada pasien yang mengalami abses otak akan rentan terhadap komplikasi-komplikasi yang sangat berbahaya bagi penderitanya, misalnya: gangguan mental, paralisis, kejang, defisit neurologis fokal, hidrosephalus serta herniasi. Kasus ini dapat menyebabkan masalah keperawatan, seperti: perubahan perfusi jaringan serebral, resiko injuri, kerusakan mobilitas fisik, hipertermia, ketidakseimbangan cairan, nutrisi kurang dari kebutuhan serta nyeri.

B.    Saran
Abses otak dapat menyebabkan perubahan status kesehatan pada penderitanya serta dapat menimbulkan komplikasi yang dapat memperparah kondisi prognosis pada klien dengan kasus tersebut. Oleh karena itu perlu adanya penanganan yang serius terhadap kasus ini.













DAFTAR PUSTAKA

Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Edisi Revisi. EGC: Jakarta
Guyton. 1987. Fisiologi Manusia dan Mekanisme Penyakit Edisi Revisi. EGC: Jakarta.
Harsono. 1996. Buku Ajar Neurologi Klinis. Edisi I. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
Jukarnain. 2011. Keperawatan Medikal – Bedah gangguan Sistem Persarafan.
Long, Barbara C. 1996. Keperawatan Medikal Bedah : Suatu Pendekatan Proses Keperawatan. Bandung: yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan.
Price, Sylvia A. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis dan Proses-Proses Penyakit Volume 1 Edisi 6. EGC: Jakarta.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

gabung yuk