BAB I
PENDAHULUAN
(Trauma kepala) termasuk kejadian trauma pada kulit kepala, tengkorak
atau otak Pada umumnya kematian terjadi setelah segera setelah injury dimana
terjadi trauma langsung pada kepala, atau perdarahan yang hebat dan syok.
Kematian yang terjadi dalam beberapa jam setelah trauma disebabkan oleh
kondisi klien yang memburuk secara progresif akibat perdarahan
internal. Pencatatan segera tentang status neurologis dan intervensi surgical
merupakan tindakan kritis guna pencegahan kematian pada phase ini. Kematian
yang terjadi 3 minggu atau lebih setelah injury disebabkan oleh berbagai
kegagalan sistem tubuh .
Tumor ganas otak yang paling sering terjadi merupakan penyebaran dari
kanker yang berasal dari bagian tubuh yang lain. Kanker payudara dan kanker paru-paru, melanoma
maligna dan kanker sel darah (misalnya leukemia dan limfoma)
bisa menyebar ke otak. Penyebaran ini bisa terjadi pada satu area atau beberapa
bagian otak yang berbeda.
Trauma medulla spinalis dapat terjadi bersamaan dengan trauma pada
tulang belakang yaitu terjadinya fraktur pada tuylang belakang pada tulang
belakang ,ligamentum longitudainalis posterior dan duramater bisa robek,bahkan
dapat menusuk kekanalis vertebralis serta arteri dan vena-vena yang mengalirkan
darah kemedula spinalis dapat ikut terputus .
BAB II
TRAUMA KEPALA
A.
DEFINISI
Head injury (Trauma kepala) termasuk kejadian trauma pada kulit kepala,
tengkorak atau otak. Batasan trauma kepala digunakan terutama untuk mengetahui
trauma cranicerebral, termasuk gangguan kesadaran. Kematian akibat trauma
kepala terjadi pada tiga waktu setelah injury yaitu :
a)
Segera setelah injury.
b)
Dalam waktu 2 jam setelah injury
c)
rata-rata 3 minggu setelah injury.
Pada umumnya kematian terjadi setelah segera setelah injury dimana terjadi
trauma langsung pada kepala, atau perdarahan yang hebat dan syok. Kematian yang
terjadi dalam beberapa jam setelah trauma disebabkan oleh kondisi klien
yang memburuk secara progresif akibat perdarahan internal.
Pencatatan segera tentang status neurologis dan intervensi surgical merupakan
tindakan kritis guna pencegahan kematian pada phase ini. Kematian yang terjadi
3 minggu atau lebih setelah injury disebabkan oleh berbagai kegagalan sistem
tubuh
Faktor yang diperkirakan memberikan prognosa yang jelek adalah adanya
intracranial hematoma, peningkatan usia klien, abnormal respon motorik,
menghilangnya gerakan bola mata dan refleks pupil terhadap cahaya, hipotensi
yang terjadi secara awal, hipoksemia dan hiperkapnea, peningkatan ICP.
Diperkirakan terdapat 3 juta orang di AS mengalami trauma kepala pada
setiap tahun. Angka kematian di AS akibat trauma kepala sebanyak
19.3/100.000 orang. Pada umumnya trauma kepala disebabkan oleh kecelakaan
laluintas atau terjatuh.
B.
Jenis Trauma Kepala :
1.
Robekan kulit kepala.
Robekan
kulit kepala merupakan kondisi agak ringan dari trauma kepala. Oleh karena
kulit kepala banyak mengandung pembuluh darah dengan kurang memiliki kemampuan
konstriksi, sehingga banyak trauma kepala dengan perdarahan hebat. Komplikasi
utama robekan kepala ini adalah infeksi.
2.
Fraktur tulang tengkorak.
Fraktur
tulang tengkorak sering terjadi pada trauma kepala. Beberapa cara untuk
menggambarkan fraktur tulang tengkorak :
a)
Garis patahan atau tekanan.
b)
Sederhana, remuk atau compound.
c)
Terbuka atau tertutup.
Fraktur yang terbuka atau tertutup bergantung pada keadaan robekan kulit
atau sampai menembus kedalam lapisan otak. Jenis dan kehebatan fraktur
tulang tengkorak bergantung pada kecepatan pukulan, moentum, trauma langsung
atau tidak.
Pada fraktur linear dimana fraktur terjadi pada dasar tengkorak biasanya berhubungan dengan CSF. Rhinorrhea (keluarnya CSF dari hidung) atau otorrhea (CSF keluar dari mata).
Pada fraktur linear dimana fraktur terjadi pada dasar tengkorak biasanya berhubungan dengan CSF. Rhinorrhea (keluarnya CSF dari hidung) atau otorrhea (CSF keluar dari mata).
Komplikasi yang cenderung terjadi pada fraktur tengkorak adalah infeksi
intracranial dan hematoma sebagai akibat adanya kerusakan menigen dan jaringan
otak. Apabila terjadi fraktur frontal atau orbital dimana cairan CSF
disekitar periorbital (periorbital ecchymosis. Fraktur dasar tengkorak dapat
meyebabkan ecchymosis pada tonjolan mastoid pada tulang temporal (Battle ’s Sign), perdarahan
konjunctiva atau edema periorbital.
3.
Commotio serebral :
Concussion/commotio serebral adalah keadaan dimana berhentinya
sementara fungsi otak, dengan atau tanpa kehilangan kesadaran, sehubungan
dengan aliran darah keotak. Kondisi ini biasanya tidak terjadi kerusakan
dari struktur otak dan merupakan keadaan ringan oleh karena itu disebut Minor
Head Trauma. Keadaan phatofisiologi secara nyata tidak diketahui.
Diyakini bahwa kehilangan kesadaran sebagai akibat saat adanya stres/tekanan/rangsang
pada reticular activating system pada midbrain menyebabkan disfungsi
elektrofisiologi sementara. Gangguan kesadaran terjadi hanya beberapa
detik atau beberapa jam.
Pada concussion yang berat akan terjadi kejang-kejang dan henti nafas,
pucat, bradikardia, dan hipotensi yang mengikuti keadaan penurunan tingkat
kesadaran. Amnesia segera akan terjadi. Manifestasi lain yaitu nyeri kepala,
mengantuk,bingung, pusing, dan gangguan penglihatan seperti diplopia atau
kekaburan penglihatan.
4.
Contusio serebral
Contusio didefinisikan sebagai kerusakan dari jaringan otak. Terjadi
perdarahan vena, kedua whitw matter dan gray matter mengalami kerusakan.
Terjadi penurunan pH, dengan berkumpulnya asam laktat dan menurunnya
konsumsi oksigen yang dapat menggangu fungsi sel.
Kontusio sering terjadi pada tulang tengkorak yang menonjol. Edema
serebral dapat terjadi sehingga mengakibatkan peningkatan tekanan ICP. Edema
serebral puncaknya dapat terjadi pada 12 – 24 jam setelah injury. Manifestasi
contusio bergantung pada lokasi luasnya kerusakan otak. Akan terjadi penurunan
kesadaran. Apabila kondisi berangsur kembali, maka tingat kesadaranpun akan
berangsur kembali tetapi akan memberikan gejala sisa, tetapi banyak juga yang
mengalami kesadaran kembali seperti biasanya. Dapat pula terjadi hemiparese.
Peningkatan ICP terjadi bila terjadi edema serebral.
5.
Diffuse axonal injury.
Adalah injury pada otak dimana akselerasi-deselerasi injury dengan
kecepatan tinggi, biasanya berhubungan dengan kecelakaan kendaraan bermotor
sehingga terjadi terputusnya axon dalam white matter secara meluas. Kehilangan
kesadaran berlangsung segera. Prognosis jelek, dan banyak klien meninggal
dunia, dan bila hidup dengan keadaan persistent vegetative.
6.
Injury Batang Otak
Walaupun perdarahan tidak dapat dideteksi, pembuluh darah pada sekitar
midbrain akan mengalami perdarahan yang hebat pada midbrain. Klien dengan
injury batang otak akan mengalami coma yang dalam, tidak ada reaksi pupil,
gangguan respon okulomotorik, dan abnormal pola nafas.
C. Komplikasi
:
1)
Epidural hematoma.
Sebagai
akibat perdarahan pada lapisan otak yang terdapat pada permukaan
bagian dalam dari tengkorak. Hematoma epidural sebagai keadaan neurologis yang
bersifat emergensi dan biasanya berhubungan dengan linear fracture yang
memutuskan arteri yang lebih besar, sehingga menimbulkan perdarahan. Venous
epidural hematoma berhubungan dengan robekan pembuluh vena dan berlangsung
perlahan-lahan. Arterial hematoma terjadi pada middle meningeal artery yang
terletak di bawah tulang temporal. Perdarahan masuk kedalam ruang
epidural. Bila terjadi perdarahan arteri maka hematoma akan cepat
terjadi. Gejalanya adalah penurunan kesadaran, nyeri kepala, mual dan muntah.
Klien diatas usia 65 tahun dengan peningkatan ICP berisiko lebih tinggi
meninggal dibanding usia lebih mudah.
2)
Subdural Hematoma.
Terjadi
perdarahan antara dura mater dan lapisan arachnoid pada lapisan meningen yang
membungkus otak. Subdural hematoma biasanya sebagai akibat adanya injury pada
otak dan pada pembuluh darah. Vena yang mengalir pada permukaan otak
masuk kedalam sinus sagital merupakan sumber terjadinya subdural hematoma. Oleh
karena subdural hematoma berhubungan dengan kerusakan vena, sehingga hematoma
terjadi secara perlahan-lahan. Tetapi bila disebabkan oleh kerusakan arteri
maka kejadiannya secara cepat. Subdural hematoma dapat terjadi secara akut,
subakut, atau kronik. Setelah terjadi perdarahan vena, subdural hematoma nampak
membesar. Hematoma menunjukkan tanda2 dalam waktu 48 jam setelah injury. Tanda
lain yaitu bila terjadi konpressi jaringan otak maka akan terjadi
peningkatan ICP menyebabkan penurunan tingkat kesadaran dan nyeri kepala.
Pupil dilatasi. Subakut biasanya terjadi dalam waktu 2 – 14 hari
setelah injury. Kronik subdural hematoma terjadi beberapa minggu atau
bulan setelah injury. Somnolence, confusio, lethargy, kehilangan
memory merupakan masalah kesehatan yang berhubungan dengan subdural hematoma.
3)
Intracerebral Hematoma.
Terjadinya
pendarahan dalamn parenkim yang terjadi rata-rata 16 % dari head injury.
Biasanya terjadi pada lobus frontal dan temporal yang mengakibatkan
ruptur pembuluh darah intraserebral pada saat terjadi injury. Akibat robekan
intaserebral hematoma atau intrasebellar hematoma akan terjadi
subarachnoid hemorrhage.
D.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium dilakukan untuk memonitor hemodinamik dan
mendeteksi edema serebral. Pemeriksaan gas darah guna mengetahui kondisi
oksigen dan CO2.
Okdigen yang adekuat sangat diperlukan untuk mempertahankan metabolisma serebral. CO2 sangat beepengaruh untuk mengakibatkan vasodilator yang dapat mengakibatkan edema serebral dan peningkatan ICP. Jumlah sel darah, glukosa serum dan elektrolit diperlukan untuk memonitor kemungkinan adanya infeksi atau kondisi yang berhubungan dengan lairan darah serebral dan metabolisma.
Okdigen yang adekuat sangat diperlukan untuk mempertahankan metabolisma serebral. CO2 sangat beepengaruh untuk mengakibatkan vasodilator yang dapat mengakibatkan edema serebral dan peningkatan ICP. Jumlah sel darah, glukosa serum dan elektrolit diperlukan untuk memonitor kemungkinan adanya infeksi atau kondisi yang berhubungan dengan lairan darah serebral dan metabolisma.
CT Scan diperlukan untuk mendeteksi adanya contusio atau adanya diffuse
axonal injury. Pemeriksaan lain adalah MRI, EEG, dan lumbal functie untuk
mengkaji kemungkinan adanya perdarahan. Sehubungan dengan contusio, klien perlu
diobservasi 1 – 2 jam di bagian emergensi. Kehilangan tingkat kesadaran terjadi
lebih dari 2 menit, harus tinggal rawat di rumah sakit untuk dilakukan
observasi.
Klien yang mengalami DAI atau cuntusio sebaiknya tinggal rawat di rumah
sakit dan dilakukan observasi ketat. Monitor tekanan ICP, monitor terapi guna
menurunkan edema otak dan mempertahankan perfusi otak.
Pemberian kortikosteroid seperti hydrocortisone atau dexamethasone dapat
diberikan untuk menurunkan inflamasi. Pemberian osmotik diuresis seperti
mannitol digunakan untuk menurunkan edema serebral.
Klien dengan trauma kepala yang berat diperlukan untuk mempertahankan
fungsi tubuh normal dan mencegah kecacatan yang nmenetap. Dapat juga diberikan
infus, enteral atau parenteral feeding, pengaturan posisi dan ROM exercise
untuk mensegah konraktur dan mempertahankan mobilitas.
BAB III
TUMOR OTAK
A. DEFINISI
Tumor Otak Benigna adalah pertumbuhan jaringan abnormal
di dalam otak, tetapi tidak ganas.
Tumor Otak Maligna adalah kanker di dalam otak yang berpotensi
menyusup dan menghancurkan jaringan di sebelahnya atau yang telah menyebar (metastase)
ke otak dari bagian tubuh lainnya melalui aliran darah.
Beberapa jenis tumor otak jinak bisa tumbuh di dalam
otak dan diberi nama sesuai dengan sel atau jaringan asalnya:
a. Schwannoma
berasal dari sel Schwann yang membungkus persarafan
b. Ependimoma
berasal dari sel yang membatasi bagian dalam otak
c. Meningioma berasal dari meningen
(jaringan yang melapisi bagian luar otak)
d. Adenoma
berasal dari sel-sel kelenjar
e. Osteoma
berasal dari struktur tulang pada tengkorak
f. Hemangioblastoma
berasal dari pembuluh darah.
Tumor otak jinak yang bisa merupakan kelainan bawaan adalah:
a. Kraniofaringioma
b. Kordoma
c. Germinoma
d. Teratoma
e. Kista
dermoid
f. Angioma.
g. Meningioma
biasanya jinak, tetapi bisa kambuh setelah diangkat.
Tumor ini lebih sering ditemukan pada wanita dan biasanya muncul pada usia 40-60 tahun, tetapi tidak tertutup kemungkinan muncul pada masa kanak-kanak atau pada usia yang lebih lanjut.
Tumor ini lebih sering ditemukan pada wanita dan biasanya muncul pada usia 40-60 tahun, tetapi tidak tertutup kemungkinan muncul pada masa kanak-kanak atau pada usia yang lebih lanjut.
Gejala dan kemungkinan diturunkannya tumor ini
tergantung kepada ukuran, kecepatan pertumbuhan dan lokasinya di otak. Jika
tumbuh sangat besar, bisa menyebabkan kemunduran mental seperti demensia
(pikun).
Tumor ganas otak yang paling sering terjadi merupakan
penyebaran dari kanker yang berasal dari bagian tubuh yang lain. Kanker payudara dan kanker paru-paru, melanoma
maligna dan kanker sel darah (misalnya leukemia dan limfoma)
bisa menyebar ke otak.
Penyebaran ini bisa terjadi pada satu area atau beberapa bagian otak yang berbeda.
Penyebaran ini bisa terjadi pada satu area atau beberapa bagian otak yang berbeda.
Tumor otak primer berasal dari dalam otak, yang terdiri
dari:
a) Glioma
berasal dari jaringan yang mengelilingi dan menyokong sel-sel saraf, beberapa
diantaranya bersifat ganas
b) Glioblastoma
multiformis merupakan jenis yang paling sering ditemukan
c) Astrositoma
anaplastik, pertumbuhannya sangat cepat
d) Astrositoma,
pertumbuhannya lambat
e) Oligodendroglioma
f) Meduloblastoma,
jarang terjadi, biasanya menyerang anak-anak sebelum mencapai pubertas
g) Sarkoma
dan adenosarkoma merupakan kanker yang jarang terjadi, yang tumbuh dari
struktur selain sel saraf.
Tumor otak yang
berasal dari sistem saraf
Jenis Tumor
|
Asal
|
Status
Keganasan
|
Persentase
Dari Semua Tumor Otak
|
Yang Sering
Terkena
|
Kordoma
|
Sel saraf dari
kolumna spinalis
|
Jinak tetapi
invasif
|
Kurang dari 1%
|
Dewasa
|
Tumor sel germ
|
Sel-sel
embrionik
|
Ganas atau
jinak
|
1%
|
Anak-anak
|
Glioma
(glioblastoma multiformis, astrositoma, oligodendtrositoma)
|
Sel-sel
penyokong otak, termasuk astrosit & oligodendrosit
|
Ganas atau
relatif jinak
|
65%
|
Anak-anak
& dewasa
|
Hemangioblastoma
|
Pembuluh darah
|
Jinak
|
1-2%
|
Anak-anak
& dewasa
|
Meduloblastoma
|
Sel-sel
embrionik
|
Ganas
|
|
Anak-anak
|
Meningioma
|
Sel-sel dari
selaput yg membungkus otak
|
Jinak
|
20%
|
Dewasa
|
Osteoma
|
Tulang
tengkorak
|
Jinak
|
2&
|
Anak-anak
& dewasa
|
Osteosarkoma
|
Tulang
tengkorak
|
Ganas
|
Kurang dari 1%
|
Anak-anak
& dewasa
|
Pinealoma
|
Sel-sel di
kelenjar pinealis
|
Jinak
|
1%
|
Anak-anak
|
Adenoma
hipofisa
|
Sel-sel epitel
hipofisa
|
Jinak
|
2%
|
Anak-anak
& dewasa
|
Schwannoma
|
Sel Schwann yg
membungkus persarafan
|
Jinak
|
3%
|
Dewasa
|
B.
GEJALA
Baik pada tumor jinak maupun ganas, gejalanya timbul jika jaringan otak
mengalami kerusakan atau otak mendapat penekanan. Jika tumor otak merupakan penyebaran dari
tumor lain, maka akan timbul gejala yang berhubungan dengan kanker asalnya.
Misalnya batu berlendir dan berdarah terjadi pada kanker paru-paru, benjolan di
payudara bisa terjadi pada kanker payudara.
Gejala dari tumor otak tergantung kepada ukuran, kecepatan pertumbuhan
dan lokasinya.
Tumor di beberapa bagian otak bisa tumbuh sampai mencapai ukuran yang cukup besar sebelum timbulnya gejala; sedangkan pada bagian otak lainnya, tumor yang berukuran kecilpun bisa menimbulkan efek yang fatal.
Tumor di beberapa bagian otak bisa tumbuh sampai mencapai ukuran yang cukup besar sebelum timbulnya gejala; sedangkan pada bagian otak lainnya, tumor yang berukuran kecilpun bisa menimbulkan efek yang fatal.
Gejala awal dari tumor otak seringkali berupa sakit kepala. Sakit kepala karena tumor sering kambuh atau
dirasakan terus menerus, hebat, bisa terjadi pada seseorang yang sebelumnya
tidak pernah mengalami sakit kepala, terjadi pada malam hari dan tetap ada
sampai terbangun.
Gejala awal lainnya yang sering ditemukan adalah gangguan keseimbangan
dan koordinasi, pusing dan penglihatan ganda.
Gejala lanjut bisa berupa mual dan muntah, demam yang hilang-timbul
serta denyut nadi dan laju pernafasan yang abnormal cepat atau lambat. Sebelum akhirnya meninggal, terjadi fluktuasi
hebat dari tekanan darah.
Beberapa tumor otak menyebabkan kejang.
Kejang lebih sering terjadi pada tumor otak jinak, meningioma dan kanker
yang pertumbuhannya lambat.
Tumor bisa menyebabkan lengan atau tungkai pada salah satu sisi tubuh
menjadi lemah atau lumpuh dan bisa mempengaruhi kemampuan untuk merasakan panas,
dingin, tekanan, sentuhan ringan atau benda tajam. Tumor juga bisa mempengaruhi pendengaran,
penglihatan dan penciuman.
Penekanan pada otak bisa menyebabkan perubahan kepribadian dan
menyebabkan penderita merasa mengantuk, linglung dan tidak mampu berfikir. Gejala ini sangat serius dan memerlukan
penanganan medis segera.
a)
Astrositoma & Oligodendroglioma
Astrositoma dan oligodendroglioma merupakan tumor yang pertumbuhannya
lambat dan mungkin hanya menyebabkan kejang. Jika lebih ganas (astrositoma anaplastik
dan oligodendroglioma anaplastik) bisa menyebabkan kelainan fungsi otak,
seperti kelemahan, hilangnya rasa dan langkah yang goyah. Astrositoma yang
paling ganas adalah glioblastoma multiformis, yang tumbuh sangat cepat
sehingga menyebabkan meningkatnya tekanan di dalam otak dan menyebabkan sakit
kepala, berfikir menjadi lambat dan rasa ngantuk atau bahkan koma.
b)
Meningioma
Tumor jinak yang berasal dari selaput yang membungkus otak (meningen)
bisa menyebabkan berbagai gejala yang tergantung kepada lokasi pertumbuhannya.
Bisa terjadi kelemahan atau mati rasa, kejang, gangguan penciuman, penonjolan mata dan gangguan penglihatan. Pada penderita lanjut usia bisa menyebabkan hilang ingatan dan kesulitan dalam berfikir, mirip dengan yang terjadi pada penyakit Alzheimer.
Bisa terjadi kelemahan atau mati rasa, kejang, gangguan penciuman, penonjolan mata dan gangguan penglihatan. Pada penderita lanjut usia bisa menyebabkan hilang ingatan dan kesulitan dalam berfikir, mirip dengan yang terjadi pada penyakit Alzheimer.
c)
Tumor Pinealis
Kelenjar pinealis terletak di pertengahan otak, yang berfungsi
mengatur jam biologis tubuh, terutama pada siklus normal diantara bangun dan
tidur. Tumor pinealis atipikal (tumor
sel germ) paling sering terjadi pada masa kanak-kanak dan seringkali
menyebabkan pubertas dini. Tumor ini
bisa merusak pengaliran cairan di sekitar otak, sehingga terjadi pembesaran
otak dan tengkorak (hidrosefalus) dan kelainan fungsi otak yang serius.
d)
Tumor Kelenjar Hipofisa
Kelenjar hipofisa terletak di dasar tengkorak, berfungsi mengatur sistem
endokrin tubuh.Tumor kelenjar hipofisa biasanya jinak dan secara abnormal
menghasilkan sejumlah besar hormon hipofisa:
§
Peningkatan kadar hormon pertumbuhan yang
berlebihan menyebabkan gigantisme (tumbuh sangat tinggi) atau akromegali
(pembesaran yang tidak proporsional dari kepala, wajah, tangan, kaki dan dada)
§
Peningkatan kadar kortikotropin
menyebabkan sindroma Cushing
§
Peningkatan kadar TSH (thyroid-stimulating
hormone) menyebabkan hipertiroidisme
§
Peningkatan kadar prolaktin menyebabkan amenore
(terhentinya siklus menstruasi), galaktore (pembentukan ASI pada wanita
yang tidak sedang menyusui) dan ginekomastia (pembesaran payudara pada
pria).
§
Tumor kelenjar hipofisa juga bisa merusak
jaringan yang menghasilkan hormon, yang pada akhirnya akan menyebabkan
kekurangan hormon dalamtubuh.
Gejala lainnya bisa berupa sakit kepala dan hilangnya lapang pandang luar pada kedua mata.
Gejala lainnya bisa berupa sakit kepala dan hilangnya lapang pandang luar pada kedua mata.
C.
DIAGNOSA
a.
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil
pemeriksaan fisik. Rontgen tulang tengkorak dan otak hanya memberikan sedikit
gambaran mengenai tumor otak.
b.
Semua jenis tumor otak biasanya bisa terlihat pada CT
scan atau MRI, yang juga bisa menentukan ukuran dan letaknya yang
pasti.
c.
Tumor hipofisa biasanya ditemukan jika telah menekan
saraf penglihatan.
d.
Pemeriksaan darah menunjukkan kadar hormon hipofisa
yang abnormal dan tumor biasanya bisa didiagnosis dengan CT scan atau MRI.
e.
Biopsi dilakukan untuk menentukan jenis tumor
dan sifatnya (ganas atau jinak).
f.
Kadang pemeriksaan mikroskopik dari cairan
serebrospinal yang diperoleh melalui pungsi lumbal, bisa menunjukkan
adanya sel-sel kanker.
g.
Jika terdapat peningkatan tekanan di dalam tengkorak,
maka tidak dapat dilakukan pungsi lumbal karena perubahan tekanan yang tiba-tiba
bisa menyebabkan herniasi.
h.
Pada herniasi, tekanan yang meningkat di dalam
tengkorak mendorong jaringan otak ke bawah melalui lubang sempit di dasar
tengkorak, sehingga menekan otak bagian bawah (batang otak). Sebagai
akibatnya, fungsi yang dikendalikan oleh batang otak (pernafasan, denyut
jantung dan tekanan darah) akan mengalami gangguan. Jika tidak segera diatasi,
herniasi bisa menyebabkan koma dan kematian.
D.
PENGOBATAN
§
Pengobatan tumor otak tergantung kepada lokasi
dan jenisnya.
Jika memungkinkan, maka tumor diangkat melalui pembedahan.
Jika memungkinkan, maka tumor diangkat melalui pembedahan.
§
Pembedahan kadang menyebabkan kerusakan otak
yang bisa menimbulkan kelumpuhan parsial, perubahan rasa, kelemahan dan
gangguan intelektual.
Tetapi pembedahan harus dilakukan jika pertumbuhannya mengancam struktur otak yang penting.
Tetapi pembedahan harus dilakukan jika pertumbuhannya mengancam struktur otak yang penting.
§
Meskipun pengangkatan tumor tidak dapat
menyembuhkan kanker, tetapi bisa mengurangi ukuran tumor, meringankan gejala
dan membantu menentukan jenis tumor serta pengobatan lainnya.
§
Beberapa tumor jinak harus diangkat melalui
pembedahan karena mereka terus tumbuh di dalam rongga sempit dan bisa
menyebabkan kerusakan yang lebih parah atau kematian.
§
Meningioma, schwannoma dan ependimoma biasanya
diangkat melalui pembedahan. Setelah pembedahan kadang dilakukan terapi
penyinaran untuk menghancurkan sel-sel tumor yang tersisa.
§
Tumor ganas diobati dengan pembedahan, terapi
penyinaran dan kemoterapi.
Terapi penyinaran dimulai setelah sebanyak mungkin bagian tumor diangkat melalui pembedahan. Terapi penyinaran tidak dapat menyembuhkan tumor, tetapi membantu memperkecil ukuran tumor sehingga tumor dapat dikendalikan.
Terapi penyinaran dimulai setelah sebanyak mungkin bagian tumor diangkat melalui pembedahan. Terapi penyinaran tidak dapat menyembuhkan tumor, tetapi membantu memperkecil ukuran tumor sehingga tumor dapat dikendalikan.
§
Kemoterapi digunakan untuk mengobati beberapa
jenis kanker otak.
Kanker otak primer maupun kanker otak metastatik memberikan respon yang baik terhadap kemoterapi.
Kanker otak primer maupun kanker otak metastatik memberikan respon yang baik terhadap kemoterapi.
§
Jika terjadi peningkatan tekanan di dalam otak,
diberikan suntikan mannitol dan kortikosteroid untuk mengurangi tekanan dan
mencegah herniasi.
§
Pengobatan kanker metastatik tergantung kepada
sumber kankernya.
Sering dilakukan terapi penyinaran.
Sering dilakukan terapi penyinaran.
§
Jika penyebarannya hanya satu area, maka bisa
dilakukan pembedahan.
E.
PROGNOSIS
§
Meskipun diobati, hanya sekitar 25% penderita
kanker otak yang bertahan hidup setelah 2 tahun.
§
Prognosis yang lebih baik ditemukan pada
astrositoma dan oligodendroglioma, dimana kanker biasanya tidak kambuh dalam
waktu 3-5 tahun setelah pengobatan.
§
Sekitar 50% penderita meduloblastoma yang
diobati bertahan hidup lebih dari 5 tahun.
§
Pengobatan untuk kanker otak lebih efektif
dilakukan pada:
a)
penderita yang berusia dibawah 45 tahun
b)
penderita astrositoma anaplastik
c)
penderita yang sebagian atau hampir seluruh tumornya
telah diangkat melalui pembedahan.
BAB IV
TRAUMA MEDULA SPINALIS
A.
DEFINISI
Trauma medulla spinalis dapat terjadi bersamaan dengan trauma pada
tulang belakang yaitu terjadinya fraktur pada tuylang belakang pada tulang
belakang ,ligamentum longitudainalis posterior dan duramater bisa robek,bahkan
dapat menusuk kekanalis vertebralis serta arteri dan vena-vena yang mengalirkan
darah kemedula spinalis dapat ikut terputus .
Cedera sumsum tulang belakang merupakan kelainan yang pada masa kini
yang banyak memberikan tantangan karena perubahan dan pola trauma serta
kemajuan dibidang penatalaksanaannya.kalau dimasa lalu cedera tersebut lebih
banyak disebabkan oleh jatuh dari ketionggian seperti pohon kelapa , pada masa
kini penyebabnya lebih beraneka ragam seperti lkecelakaan lalu lintas,jatuh
dari tempat ketinggian dan kecelakaan olah raga.
Pada masa lalu kematian penderita dengan cedera sumsum tulang
belakang terutama disebabkan oleh terjadinya penyulit berupa infeksi saluran
kemih gagal ginjal, pneumoni/ decubitus.
B.
PENYEBAB DAN BENTUK
Cedera sumsum tulang belakang terjadi akibat patah tulang belakang
dan terbanyak mengenai daerah servikal dan lumbal.cedera terjadi akibat
hiperfleksi, hiperekstensi, kompressi, atau rotasi tulang belakang.didaerah
torakal tidak banyak terjadi karena terlindung dengan struktur toraks.
Fraktur dapat berupa patah tulang sederhana, kompressi, kominutif,
dan dislokasi, sedangkan kerusakan pada sumsum tulanmg belakang dapat beruypa
memar, contusio, kerusakan melintang, laserasi dengan atau tanpa gangguan
peredaran darah, atau perdarahan.
Kelainan sekunder pada sumsum belakang dapat doisebabkan hipoksemia
dana iskemia.iskamia disebabkan hipotensi, oedema, atau kompressi.
Perlu disadar bahwa kerusakan pada sumsum belakang merupakan
kerusakan yang permanen karena tidak akan terjadi regenerasi dari jaringan
saraf. Pada fase awal setelah trauma tidak dapat dipastikan apakah gangguan
fungsi disebabkan oleh kerusakan sebenarnya dari jaringan saraf atau disebabkan
oleh tekanan, memar, atau oedema.
C.
PATOFISIOLOGI
Tulang belakang yang mengalami gangguan trauma dapat menyebabkan
kerusakan pada medulla spinalis, tetapi lesi traumatic pada medulla spinalis
tidak selalu terjadi karena fraktur dan dislokasi. Efek trauma yang tidak
langsung bersangkutan tetapi dapat menimbulkan lesi pada medulla spinalis
disebut “whiplash”/trauma indirek. Whiplash adalah gerakan dorsapleksi dan
anterofleksi berlebihan dari tulang belakang secara cepat dan mendadak.
Trauma whiplash terjadi pada tulang belakang bagian servikalis bawah
maupun torakalis bawah misal; pada waktu duduk dikendaraan yang sedang cepat
berjalan kemudian berhenti secara mendadak. Atau pada waktu terjun dari jarak
tinggi menyelam dan masuk air yang dapat mengakibatkan paraplegia.
Trauma tidak langsung dari tulang belakang berupa hiperekstensi,
hiperfleksi, tekanan vertical (terutama pada T.12sampai L.2), rotasi. Kerusakan
yang dialami medulla spinalis dapat bersifat sementara atau menetap.akibat
trauma terhadap tulang belakang, medula spinalis dapat tidak berfungsi untuk
sementara (komosio medulla spinalis), tetapi dapat sembuh kembali dalam
beberapa hari. Gejala yang ditimbulkan adalah berupa oedema, perdarahan peri
vaskuler dan infark disekitar pembuluh darah. Pada kerusakan medulla spinalis
yang menetap, secara makroskopis kelainannya dapat terlihat dan terjadi lesi,
contusio, laserasio dan pembengkakan daerah tertentu di medulla spinalis.
Laserasi medulla spinalis merupakan lesi berat akibat trauma tulang
belakang secara langsung karena tertutup atau peluru yang dapat mematahkan
/menggeserkan ruas tulang belakang (fraktur dan dislokasi).lesi transversa
medulla spinalis tergantung pada segmen yang terkena (segmen transversa,
hemitransversa, kuadran transversa).hematomielia adalah perdarahan dlam medulla
spinalis yang berbentuk lonjong dan bertempat disubstansia grisea.trauma ini
bersifat “whiplash “ yaitu jatuh dari jarak tinggi dengan sifat badan berdiri,
jatuh terduduk, terdampar eksplosi atau fraktur dislokasio.kompresi medulla
spinalis terjadi karena dislokasi, medulla spinalis dapat terjepit oleh
penyempitan kanalis vertebralis.
Suatu segmen medulla spinalis dapat tertekan oleh hematoma ekstra
meduler traumatic dan dapat juga tertekan oleh kepingan tulang yang patah yang
terselip diantara duramater dan kolumna vertebralis.gejala yang didapat sama
dengan sindroma kompresi medulla spinalis akibat tumor, kista dan abses didalam
kanalis vertebralis.
Akibat hiperekstensi dislokasio, fraktur dan whislap radiks saraf
spinalis dapat tertarik dan mengalami jejas/reksis.pada trauma whislap, radiks
colmna 5-7 dapat mengalami hal demikian, dan gejala yang terjadi adalah nyeri
radikuler spontan yang bersifat hiperpatia, gambaran tersbut disebut hematorasis
atau neuralgia radikularis traumatik yang reversible.jika radiks terputus
akibat trauma tulang belakang, maka gejala defisit sensorik dan motorik yang
terlihat adalah radikuler dengan terputusnya arteri radikuler terutama radiks
T.8 atau T.9 yang akan menimbulkan defisit sensorik motorik pada dermatoma dan
miotoma yang bersangkutan dan sindroma sistema aaanastomosis anterial anterior
spinal.
D.
GAMBARAN KLINIK
Gambaran klinik tergantung pada lokasi dan besarnya kerusakan yang
terjadi.kerusakan meningitis;lintang memberikan gambaran berupa hilangnya
fungsi motorik maupun sensorik kaudal dari tempat kerusakan disertai shock
spinal.shock spinal terjadi pada kerusakan mendadak sumsum tulang belakang
karena hilangnya rangsang yang berasal dari pusat .peristiwa ini umumnya
berlangsung selama 1-6 minggu, kadang lebih lama.tandanya adalah kelumpuhan
flasid, anastesia, refleksi, hilangnya fersfirasi, gangguan fungsi rectum dan
kandung kemih, triafismus, bradikardia dan hipotensi.setelah shock spinal pulih
kembali, akan terdapat hiperrefleksi terlihat pula pada tanda gangguan fungsi
otonom, berupa kulit kering karena tidak berkeringat dan hipotensi ortostatik
serta gangguan fungsi kandung kemih dan gangguan defekasi.
Sindrom sumsum belakang bagian depan menunjukkan kelumpuhan otot
lurik dibawah tempat kerusakan disertai hilangnya rasa nyeri dan suhu pada
kedua sisinya, sedangkan rasa raba dan posisi tidak terganggu.
Cedera sumsum belakang sentral jarang ditemukan.keadaan ini pada
umumnnya terjadi akibat cedera didaerah servikal dan disebabkan oleh
hiperekstensi mendadak sehinnga sumsum belakang terdesak dari dorsal oleh
ligamentum flavum yang terlipat.cedera tersebut dapat terjadi pada orang yang
memikul barang berat diatas kepala, kemudian terjadi gangguan keseimbangan yang
mendadak sehingga beban jatuh dan tulang belakang sekonyong-konyong dihiper
ekstensi.gambaran klinik berupa tetraparese parsial.gangguan pada ekstremitas
atas lebih ringan daripada ekstremitas atas sedangkan daerah perianal tidak
terganggu.
Kerusakan tulang belakang setinggi vertebra lumbal 1&2
mengakibatkan anaestesia perianal, gangguan fungsi defekasi, miksi, impotensi
serta hilangnya refleks anal dan refleks bulbokafernosa.
E.
PERAWATAN DAN
PENGOBATAN
Perhatian utama pada penderita cedera tulang belakang ditujukan pada
usaha mencegah terjadinya kerusakan yang lebih parah atau cedera sekunder.untuk
maksud tersebut dilakukan immobilisasi ditempat kejadian dengan memanfaatkan
alas yang keras.pengangkutan penderita tidak dibenarkan tanpa menggunakan tandu
atau sarana papun yang beralas keras.selalu harus diperhatikan jalan nafas dan
sirkulasi.bila dicurigai cedera didaerah servikal harus diusahakan agar kep[ala
tidak menunduk dan tetap ditengah dengan menggunakan bantal kecil untuk
menyanngga leher pada saat pengangkutan.
Perawatan penderita memegang peranan penting untuk mencegah
timbulnya penyakit.perawatn ditujukan pada pencegahan :
§
Kulit : agar tidak timbul
dekubitus karena daerah yang anaestesi.
§
Anggota gerak : agar tiadak
timbul kontraktur.
§
Traktus urinarius : menjamin
pengeluaran air kemih.
§
Traktus digestivus : menjamin
kelancaran bab.
§ Traktus respiratorius : apabila yang terkena daerah servikal
sehingga terjadi pentaplegi.
a)
KULIT
Perawatan posisi berganti dapat mencegah timbulnya decubitus yaitu
dengan cara miring kanan kiri telentang dan telungkup.
b)
ANGGOTA GERAK
Karena kelainan saraf maka timbul pula posisi sendi akibat inbalance
kekuatan otot.pencegahan ditujukan terhadap timbulnya kontraktur sendi dengan
melakukan fisioterapi, latihan dan pergerakan sendi serta meletakkan anggota
dalam posisi netral.
c)
TRAKTUS URINARIUS
Untuk ini perlu apakah ganggua saraf menimbulkan gejala UMN dan LMN
terhadap buli-buli, karenanya maka kateterisasi perlu dikerjakan dengan baik ,
agar tidak menimbulkan infeksi.
d) TRAKTUS DIGESTIVUS
Menjamin kelancaran defekasi dapat dikerjkaka secara manual .
e)
TRAKTUS RESPIRATORIUS
Apabila lesi cukup tinggi (daerah servikal dimana terdapat pula
kelumpuhan pernapasan pentaplegia), maka resusitasi dan kontrol resprasion
diperlukan.
DAFTAR
PUSTAKA
§
Kedaruratan dan Kegawatan Medik
III FKUI
§
Buku Ajar Ilmu Bedah, R.
Sjamsuhidajat
§
Asuhan Keperawatan Pada Klien
Dengan Gangguan Sistem Persyarafan, Pusdiknakes
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
gabung yuk