berita terbaru

Rabu, 25 April 2012

ASKEPTrauma kepala


BAB I
PENDAHULUAN
(Trauma kepala) termasuk kejadian trauma pada kulit kepala, tengkorak atau otak Pada umumnya kematian terjadi setelah segera setelah injury dimana terjadi trauma langsung pada kepala, atau perdarahan yang hebat dan syok. Kematian yang terjadi dalam beberapa jam setelah trauma disebabkan oleh  kondisi klien yang memburuk secara progresif  akibat  perdarahan internal. Pencatatan segera tentang status neurologis dan intervensi surgical merupakan tindakan kritis guna pencegahan kematian pada phase ini. Kematian yang terjadi 3 minggu atau lebih setelah injury disebabkan oleh berbagai kegagalan sistem tubuh .
Tumor ganas otak yang paling sering terjadi merupakan penyebaran dari kanker yang berasal dari bagian tubuh yang lain.  Kanker payudara dan kanker paru-paru, melanoma maligna dan kanker sel darah (misalnya leukemia dan limfoma) bisa menyebar ke otak. Penyebaran ini bisa terjadi pada satu area atau beberapa bagian otak yang berbeda.
Trauma medulla spinalis dapat terjadi bersamaan dengan trauma pada tulang belakang yaitu terjadinya fraktur pada tuylang belakang pada tulang belakang ,ligamentum longitudainalis posterior dan duramater bisa robek,bahkan dapat menusuk kekanalis vertebralis serta arteri dan vena-vena yang mengalirkan darah kemedula spinalis dapat ikut terputus .










BAB II
TRAUMA KEPALA
A.    DEFINISI
Head injury (Trauma kepala) termasuk kejadian trauma pada kulit kepala, tengkorak atau otak. Batasan trauma kepala digunakan terutama untuk mengetahui trauma cranicerebral, termasuk gangguan kesadaran. Kematian akibat trauma kepala terjadi  pada tiga waktu setelah injury yaitu :
a)      Segera setelah injury.
b)      Dalam waktu 2 jam setelah injury
c)      rata-rata 3 minggu setelah injury.
Pada umumnya kematian terjadi setelah segera setelah injury dimana terjadi trauma langsung pada kepala, atau perdarahan yang hebat dan syok. Kematian yang terjadi dalam beberapa jam setelah trauma disebabkan oleh  kondisi klien yang memburuk secara progresif  akibat  perdarahan internal. Pencatatan segera tentang status neurologis dan intervensi surgical merupakan tindakan kritis guna pencegahan kematian pada phase ini. Kematian yang terjadi 3 minggu atau lebih setelah injury disebabkan oleh berbagai kegagalan sistem tubuh
Faktor yang diperkirakan memberikan prognosa yang jelek adalah adanya intracranial hematoma, peningkatan usia klien, abnormal respon motorik, menghilangnya gerakan bola mata dan refleks pupil terhadap cahaya, hipotensi yang terjadi secara awal, hipoksemia dan hiperkapnea, peningkatan ICP. Diperkirakan terdapat 3 juta  orang di AS mengalami trauma kepala pada setiap tahun.  Angka kematian di AS akibat trauma kepala sebanyak 19.3/100.000 orang. Pada umumnya trauma kepala disebabkan oleh kecelakaan laluintas atau terjatuh.

B.     Jenis Trauma Kepala :
1.      Robekan kulit kepala.
Robekan kulit kepala merupakan kondisi agak ringan dari trauma kepala. Oleh karena kulit kepala banyak mengandung pembuluh darah dengan kurang memiliki kemampuan konstriksi, sehingga banyak trauma kepala dengan perdarahan hebat. Komplikasi utama robekan kepala ini adalah infeksi.
2.      Fraktur tulang tengkorak.
Fraktur tulang tengkorak sering terjadi pada trauma kepala. Beberapa cara untuk menggambarkan fraktur tulang    tengkorak :
a)      Garis patahan atau tekanan.
b)      Sederhana, remuk atau compound.
c)      Terbuka atau tertutup.
Fraktur yang terbuka atau tertutup bergantung pada keadaan robekan kulit atau  sampai menembus kedalam lapisan otak. Jenis dan kehebatan fraktur tulang tengkorak bergantung pada kecepatan pukulan, moentum, trauma langsung atau tidak.
Pada fraktur linear dimana fraktur terjadi pada dasar tengkorak biasanya berhubungan dengan  CSF. Rhinorrhea (keluarnya CSF dari hidung) atau otorrhea (CSF keluar dari mata).
Ada dua metoda yang digunakan untuk menentukan keluarnya CSF dari mata atau hidung, yaitu melakukan test glukosa pada cairan yang keluar yang biasanya positif. Tetapi bila cairan bercampur dengan darah ada kecenderungan akan positif karena darah juga mengadung gula. Metoda kedua dilakukan yaitu  cairan ditampung dan diperhatikan gumpalan yang ada. Bila ada CSF maka akan terlihat darah berada dibagian tengah dari cairan dan dibagian luarnya nampak berwarna kuning mengelilingi darah (Holo/Ring Sign).
Komplikasi yang cenderung terjadi pada fraktur tengkorak adalah infeksi intracranial dan hematoma sebagai akibat adanya kerusakan menigen dan jaringan otak. Apabila terjadi fraktur frontal atau orbital  dimana cairan CSF disekitar periorbital (periorbital ecchymosis. Fraktur dasar tengkorak dapat meyebabkan ecchymosis pada tonjolan mastoid pada tulang temporal (Battle’s Sign), perdarahan konjunctiva atau edema periorbital.

3.      Commotio serebral :
Concussion/commotio serebral  adalah keadaan dimana berhentinya sementara fungsi otak, dengan atau tanpa kehilangan kesadaran, sehubungan dengan aliran darah keotak. Kondisi ini biasanya  tidak terjadi kerusakan dari struktur otak dan merupakan keadaan ringan oleh karena itu disebut Minor Head Trauma. Keadaan phatofisiologi secara nyata  tidak diketahui. Diyakini bahwa kehilangan  kesadaran sebagai akibat  saat adanya stres/tekanan/rangsang pada  reticular activating system pada midbrain menyebabkan disfungsi elektrofisiologi sementara. Gangguan kesadaran terjadi  hanya beberapa detik atau beberapa jam.
Pada concussion yang berat akan terjadi kejang-kejang dan henti nafas, pucat, bradikardia, dan hipotensi yang mengikuti keadaan penurunan tingkat kesadaran. Amnesia segera akan terjadi. Manifestasi lain yaitu nyeri kepala, mengantuk,bingung, pusing, dan gangguan penglihatan seperti diplopia atau kekaburan penglihatan.
4.      Contusio serebral
Contusio didefinisikan sebagai kerusakan dari jaringan otak. Terjadi perdarahan vena, kedua whitw matter dan gray matter mengalami kerusakan. Terjadi penurunan pH, dengan berkumpulnya  asam laktat dan menurunnya konsumsi oksigen yang dapat menggangu fungsi sel.
Kontusio sering terjadi pada tulang tengkorak yang menonjol. Edema serebral dapat terjadi sehingga mengakibatkan peningkatan tekanan ICP. Edema serebral puncaknya dapat terjadi pada 12 – 24 jam setelah injury. Manifestasi contusio bergantung pada lokasi luasnya kerusakan otak. Akan terjadi penurunan kesadaran. Apabila kondisi berangsur kembali, maka tingat kesadaranpun akan berangsur kembali tetapi akan memberikan gejala sisa, tetapi banyak juga yang mengalami kesadaran kembali seperti biasanya. Dapat pula terjadi hemiparese. Peningkatan ICP terjadi bila terjadi edema serebral.
5.      Diffuse axonal injury.
Adalah injury pada otak dimana akselerasi-deselerasi injury dengan kecepatan tinggi, biasanya berhubungan dengan kecelakaan kendaraan bermotor sehingga terjadi terputusnya axon dalam white matter secara meluas. Kehilangan kesadaran berlangsung segera. Prognosis jelek, dan banyak klien meninggal dunia, dan bila hidup dengan keadaan persistent vegetative.
6.      Injury Batang Otak
Walaupun perdarahan tidak dapat dideteksi, pembuluh darah pada sekitar midbrain akan mengalami perdarahan yang hebat pada midbrain. Klien dengan injury batang otak akan mengalami coma yang dalam, tidak ada reaksi pupil, gangguan respon okulomotorik, dan abnormal pola nafas.

C.     Komplikasi :
1)      Epidural hematoma.
Sebagai akibat  perdarahan pada lapisan  otak yang terdapat pada permukaan bagian dalam dari tengkorak. Hematoma epidural sebagai keadaan neurologis yang bersifat emergensi dan biasanya berhubungan dengan linear fracture yang memutuskan arteri yang lebih besar, sehingga menimbulkan perdarahan. Venous epidural hematoma berhubungan dengan robekan pembuluh vena dan berlangsung perlahan-lahan. Arterial hematoma terjadi pada middle meningeal artery yang terletak di bawah tulang temporal. Perdarahan masuk kedalam  ruang epidural. Bila terjadi perdarahan arteri maka  hematoma akan cepat terjadi. Gejalanya adalah penurunan kesadaran, nyeri kepala, mual dan muntah. Klien diatas usia 65 tahun dengan peningkatan ICP berisiko lebih tinggi meninggal dibanding usia lebih mudah.
2)      Subdural Hematoma.
Terjadi  perdarahan antara dura mater dan lapisan arachnoid pada lapisan meningen yang membungkus otak. Subdural hematoma biasanya sebagai akibat adanya injury pada otak dan pada pembuluh darah. Vena yang mengalir pada permukaan otak  masuk kedalam sinus sagital merupakan sumber terjadinya subdural hematoma. Oleh karena subdural hematoma berhubungan dengan kerusakan vena, sehingga hematoma terjadi secara perlahan-lahan. Tetapi bila disebabkan oleh kerusakan arteri maka kejadiannya secara cepat. Subdural hematoma dapat terjadi secara akut, subakut, atau kronik. Setelah terjadi perdarahan vena, subdural hematoma nampak membesar. Hematoma menunjukkan tanda2 dalam waktu 48 jam setelah injury. Tanda lain yaitu  bila terjadi konpressi jaringan otak maka akan terjadi peningkatan ICP menyebabkan penurunan tingkat kesadaran dan nyeri kepala.  Pupil dilatasi. Subakut  biasanya terjadi  dalam waktu 2 – 14 hari setelah injury. Kronik subdural hematoma terjadi  beberapa minggu atau bulan setelah  injury.  Somnolence, confusio, lethargy, kehilangan memory merupakan masalah kesehatan yang berhubungan dengan subdural hematoma.
3)      Intracerebral Hematoma.
Terjadinya pendarahan dalamn parenkim yang terjadi rata-rata 16 % dari head injury. Biasanya terjadi pada  lobus frontal dan temporal yang mengakibatkan ruptur pembuluh darah intraserebral pada saat terjadi injury. Akibat robekan intaserebral hematoma atau intrasebellar hematoma akan terjadi  subarachnoid hemorrhage.
D.    Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium dilakukan untuk memonitor hemodinamik dan mendeteksi edema serebral. Pemeriksaan gas darah guna mengetahui kondisi oksigen dan CO2.
Okdigen yang adekuat sangat diperlukan untuk mempertahankan metabolisma serebral. CO2 sangat beepengaruh untuk mengakibatkan vasodilator yang dapat mengakibatkan edema serebral dan peningkatan ICP. Jumlah sel darah, glukosa serum dan elektrolit diperlukan untuk memonitor kemungkinan adanya infeksi atau kondisi yang berhubungan dengan lairan darah serebral dan metabolisma.
CT Scan diperlukan untuk mendeteksi adanya contusio atau adanya diffuse axonal injury. Pemeriksaan lain adalah MRI, EEG, dan lumbal functie untuk mengkaji kemungkinan adanya perdarahan. Sehubungan dengan contusio, klien perlu diobservasi 1 – 2 jam di bagian emergensi. Kehilangan tingkat kesadaran terjadi lebih dari 2 menit, harus tinggal rawat di rumah sakit untuk dilakukan observasi.
Klien yang mengalami DAI atau cuntusio sebaiknya tinggal rawat di rumah sakit dan dilakukan observasi ketat. Monitor tekanan ICP, monitor terapi guna menurunkan edema otak dan mempertahankan perfusi otak.
Pemberian kortikosteroid seperti hydrocortisone atau dexamethasone dapat diberikan untuk menurunkan inflamasi. Pemberian osmotik diuresis seperti mannitol digunakan untuk menurunkan edema serebral.
Klien dengan trauma kepala yang berat diperlukan untuk mempertahankan fungsi tubuh normal dan mencegah kecacatan yang nmenetap. Dapat juga diberikan infus, enteral atau parenteral feeding, pengaturan posisi dan ROM exercise untuk mensegah konraktur dan mempertahankan mobilitas.
BAB III
TUMOR OTAK
A.    DEFINISI
Tumor Otak Benigna adalah pertumbuhan jaringan abnormal di dalam otak, tetapi tidak ganas.
Tumor Otak Maligna adalah kanker di dalam otak yang berpotensi menyusup dan menghancurkan jaringan di sebelahnya atau yang telah menyebar (metastase) ke otak dari bagian tubuh lainnya melalui aliran darah.
Beberapa jenis tumor otak jinak bisa tumbuh di dalam otak dan diberi nama sesuai dengan sel atau jaringan asalnya:
a.       Schwannoma berasal dari sel Schwann yang membungkus persarafan
b.      Ependimoma berasal dari sel yang membatasi bagian dalam otak
c.        Meningioma berasal dari meningen (jaringan yang melapisi bagian luar otak)
d.      Adenoma berasal dari sel-sel kelenjar
e.       Osteoma berasal dari struktur tulang pada tengkorak
f.       Hemangioblastoma berasal dari pembuluh darah.
Tumor otak jinak yang bisa merupakan kelainan bawaan adalah:
a.       Kraniofaringioma
b.      Kordoma
c.       Germinoma
d.      Teratoma
e.       Kista dermoid
f.       Angioma.
g.      Meningioma biasanya jinak, tetapi bisa kambuh setelah diangkat.
Tumor ini lebih sering ditemukan pada wanita dan biasanya muncul pada usia 40-60 tahun, tetapi tidak tertutup kemungkinan muncul pada masa kanak-kanak atau pada usia yang lebih lanjut.
Gejala dan kemungkinan diturunkannya tumor ini tergantung kepada ukuran, kecepatan pertumbuhan dan lokasinya di otak. Jika tumbuh sangat besar, bisa menyebabkan kemunduran mental seperti demensia (pikun).
Tumor ganas otak yang paling sering terjadi merupakan penyebaran dari kanker yang berasal dari bagian tubuh yang lain.  Kanker payudara dan kanker paru-paru, melanoma maligna dan kanker sel darah (misalnya leukemia dan limfoma) bisa menyebar ke otak.
Penyebaran ini bisa terjadi pada satu area atau beberapa bagian otak yang berbeda.
Tumor otak primer berasal dari dalam otak, yang terdiri dari:
a)      Glioma berasal dari jaringan yang mengelilingi dan menyokong sel-sel saraf, beberapa diantaranya bersifat ganas
b)      Glioblastoma multiformis merupakan jenis yang paling sering ditemukan
c)      Astrositoma anaplastik, pertumbuhannya sangat cepat
d)     Astrositoma, pertumbuhannya lambat
e)      Oligodendroglioma
f)       Meduloblastoma, jarang terjadi, biasanya menyerang anak-anak sebelum mencapai pubertas
g)      Sarkoma dan adenosarkoma merupakan kanker yang jarang terjadi, yang tumbuh dari struktur selain sel saraf.
Tumor otak yang berasal dari sistem saraf
Jenis Tumor
Asal
Status Keganasan
Persentase Dari Semua Tumor Otak
Yang Sering Terkena
Kordoma
Sel saraf dari kolumna spinalis
Jinak tetapi invasif
Kurang dari 1%
Dewasa
Tumor sel germ
Sel-sel embrionik
Ganas atau jinak
1%
Anak-anak
Glioma (glioblastoma multiformis, astrositoma, oligodendtrositoma)
Sel-sel penyokong otak, termasuk astrosit & oligodendrosit
Ganas atau relatif jinak
65%
Anak-anak & dewasa
Hemangioblastoma
Pembuluh darah
Jinak
1-2%
Anak-anak & dewasa
Meduloblastoma
Sel-sel embrionik
Ganas

Anak-anak
Meningioma
Sel-sel dari selaput yg membungkus otak
Jinak
20%
Dewasa
Osteoma
Tulang tengkorak
Jinak
2&
Anak-anak & dewasa
Osteosarkoma
Tulang tengkorak
Ganas
Kurang dari 1%
Anak-anak & dewasa
Pinealoma
Sel-sel di kelenjar pinealis
Jinak
1%
Anak-anak
Adenoma hipofisa
Sel-sel epitel hipofisa
Jinak
2%
Anak-anak & dewasa
Schwannoma
Sel Schwann yg membungkus persarafan
Jinak
3%
Dewasa

B.     GEJALA
Baik pada tumor jinak maupun ganas, gejalanya timbul jika jaringan otak mengalami kerusakan atau otak mendapat penekanan.  Jika tumor otak merupakan penyebaran dari tumor lain, maka akan timbul gejala yang berhubungan dengan kanker asalnya. Misalnya batu berlendir dan berdarah terjadi pada kanker paru-paru, benjolan di payudara bisa terjadi pada kanker payudara.
Gejala dari tumor otak tergantung kepada ukuran, kecepatan pertumbuhan dan lokasinya.
Tumor di beberapa bagian otak bisa tumbuh sampai mencapai ukuran yang cukup besar sebelum timbulnya gejala; sedangkan pada bagian otak lainnya, tumor yang berukuran kecilpun bisa menimbulkan efek yang fatal.
Gejala awal dari tumor otak seringkali berupa sakit kepala.  Sakit kepala karena tumor sering kambuh atau dirasakan terus menerus, hebat, bisa terjadi pada seseorang yang sebelumnya tidak pernah mengalami sakit kepala, terjadi pada malam hari dan tetap ada sampai terbangun.
Gejala awal lainnya yang sering ditemukan adalah gangguan keseimbangan dan koordinasi, pusing dan penglihatan ganda.  Gejala lanjut bisa berupa mual dan muntah, demam yang hilang-timbul serta denyut nadi dan laju pernafasan yang abnormal cepat atau lambat.  Sebelum akhirnya meninggal, terjadi fluktuasi hebat dari tekanan darah.
Beberapa tumor otak menyebabkan kejang.  Kejang lebih sering terjadi pada tumor otak jinak, meningioma dan kanker yang pertumbuhannya lambat.
Tumor bisa menyebabkan lengan atau tungkai pada salah satu sisi tubuh menjadi lemah atau lumpuh dan bisa mempengaruhi kemampuan untuk merasakan panas, dingin, tekanan, sentuhan ringan atau benda tajam.  Tumor juga bisa mempengaruhi pendengaran, penglihatan dan penciuman.
Penekanan pada otak bisa menyebabkan perubahan kepribadian dan menyebabkan penderita merasa mengantuk, linglung dan tidak mampu berfikir.  Gejala ini sangat serius dan memerlukan penanganan medis segera.

a)      Astrositoma & Oligodendroglioma
Astrositoma dan oligodendroglioma merupakan tumor yang pertumbuhannya lambat dan mungkin hanya menyebabkan kejang. Jika lebih ganas (astrositoma anaplastik dan oligodendroglioma anaplastik) bisa menyebabkan kelainan fungsi otak, seperti kelemahan, hilangnya rasa dan langkah yang goyah. Astrositoma yang paling ganas adalah glioblastoma multiformis, yang tumbuh sangat cepat sehingga menyebabkan meningkatnya tekanan di dalam otak dan menyebabkan sakit kepala, berfikir menjadi lambat dan rasa ngantuk atau bahkan koma.

b)      Meningioma
Tumor jinak yang berasal dari selaput yang membungkus otak (meningen) bisa menyebabkan berbagai gejala yang tergantung kepada lokasi pertumbuhannya.
Bisa terjadi kelemahan atau mati rasa, kejang, gangguan penciuman, penonjolan mata dan gangguan penglihatan.  Pada penderita lanjut usia bisa menyebabkan hilang ingatan dan kesulitan dalam berfikir, mirip dengan yang terjadi pada penyakit Alzheimer.
c)      Tumor Pinealis
Kelenjar pinealis terletak di pertengahan otak, yang berfungsi mengatur jam biologis tubuh, terutama pada siklus normal diantara bangun dan tidur.  Tumor pinealis atipikal (tumor sel germ) paling sering terjadi pada masa kanak-kanak dan seringkali menyebabkan pubertas dini.  Tumor ini bisa merusak pengaliran cairan di sekitar otak, sehingga terjadi pembesaran otak dan tengkorak (hidrosefalus) dan kelainan fungsi otak yang serius.
d)     Tumor Kelenjar Hipofisa
Kelenjar hipofisa terletak di dasar tengkorak, berfungsi mengatur sistem endokrin tubuh.Tumor kelenjar hipofisa biasanya jinak dan secara abnormal menghasilkan sejumlah besar hormon hipofisa:
§  Peningkatan kadar hormon pertumbuhan yang berlebihan menyebabkan gigantisme (tumbuh sangat tinggi) atau akromegali (pembesaran yang tidak proporsional dari kepala, wajah, tangan, kaki dan dada)
§  Peningkatan kadar kortikotropin menyebabkan sindroma Cushing
§  Peningkatan kadar TSH (thyroid-stimulating hormone) menyebabkan hipertiroidisme
§  Peningkatan kadar prolaktin menyebabkan amenore (terhentinya siklus menstruasi), galaktore (pembentukan ASI pada wanita yang tidak sedang menyusui) dan ginekomastia (pembesaran payudara pada pria).
§  Tumor kelenjar hipofisa juga bisa merusak jaringan yang menghasilkan hormon, yang pada akhirnya akan menyebabkan kekurangan hormon dalamtubuh.
Gejala lainnya bisa berupa sakit kepala dan hilangnya lapang pandang luar pada kedua mata.

C.     DIAGNOSA
a.       Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan fisik. Rontgen tulang tengkorak dan otak hanya memberikan sedikit gambaran mengenai tumor otak.
b.      Semua jenis tumor otak biasanya bisa terlihat pada CT scan atau MRI, yang juga bisa menentukan ukuran dan letaknya yang pasti.
c.       Tumor hipofisa biasanya ditemukan jika telah menekan saraf penglihatan.
d.      Pemeriksaan darah menunjukkan kadar hormon hipofisa yang abnormal dan tumor biasanya bisa didiagnosis dengan CT scan atau MRI.
e.       Biopsi dilakukan untuk menentukan jenis tumor dan sifatnya (ganas atau jinak).
f.       Kadang pemeriksaan mikroskopik dari cairan serebrospinal yang diperoleh melalui pungsi lumbal, bisa menunjukkan adanya sel-sel kanker.
g.      Jika terdapat peningkatan tekanan di dalam tengkorak, maka tidak dapat dilakukan pungsi lumbal karena perubahan tekanan yang tiba-tiba bisa menyebabkan herniasi.
h.      Pada herniasi, tekanan yang meningkat di dalam tengkorak mendorong jaringan otak ke bawah melalui lubang sempit di dasar tengkorak, sehingga menekan otak bagian bawah (batang otak). Sebagai akibatnya, fungsi yang dikendalikan oleh batang otak (pernafasan, denyut jantung dan tekanan darah) akan mengalami gangguan. Jika tidak segera diatasi, herniasi bisa menyebabkan koma dan kematian.

D.    PENGOBATAN
§  Pengobatan tumor otak tergantung kepada lokasi dan jenisnya.
Jika memungkinkan, maka tumor diangkat melalui pembedahan.
§  Pembedahan kadang menyebabkan kerusakan otak yang bisa menimbulkan kelumpuhan parsial, perubahan rasa, kelemahan dan gangguan intelektual.
Tetapi pembedahan harus dilakukan jika pertumbuhannya mengancam struktur otak yang penting.
§  Meskipun pengangkatan tumor tidak dapat menyembuhkan kanker, tetapi bisa mengurangi ukuran tumor, meringankan gejala dan membantu menentukan jenis tumor serta pengobatan lainnya.
§  Beberapa tumor jinak harus diangkat melalui pembedahan karena mereka terus tumbuh di dalam rongga sempit dan bisa menyebabkan kerusakan yang lebih parah atau kematian.
§  Meningioma, schwannoma dan ependimoma biasanya diangkat melalui pembedahan. Setelah pembedahan kadang dilakukan terapi penyinaran untuk menghancurkan sel-sel tumor yang tersisa.
§  Tumor ganas diobati dengan pembedahan, terapi penyinaran dan kemoterapi.
Terapi penyinaran dimulai setelah sebanyak mungkin bagian tumor diangkat melalui pembedahan. Terapi penyinaran tidak dapat menyembuhkan tumor, tetapi membantu memperkecil ukuran tumor sehingga tumor dapat dikendalikan.
§  Kemoterapi digunakan untuk mengobati beberapa jenis kanker otak.
Kanker otak primer maupun kanker otak metastatik memberikan respon yang baik terhadap kemoterapi.
§  Jika terjadi peningkatan tekanan di dalam otak, diberikan suntikan mannitol dan kortikosteroid untuk mengurangi tekanan dan mencegah herniasi.
§  Pengobatan kanker metastatik tergantung kepada sumber kankernya.
Sering dilakukan terapi penyinaran.
§  Jika penyebarannya hanya satu area, maka bisa dilakukan pembedahan.

E.     PROGNOSIS
§  Meskipun diobati, hanya sekitar 25% penderita kanker otak yang bertahan hidup setelah 2 tahun.
§  Prognosis yang lebih baik ditemukan pada astrositoma dan oligodendroglioma, dimana kanker biasanya tidak kambuh dalam waktu 3-5 tahun setelah pengobatan.
§  Sekitar 50% penderita meduloblastoma yang diobati bertahan hidup lebih dari 5 tahun.
§  Pengobatan untuk kanker otak lebih efektif dilakukan pada:
a)      penderita yang berusia dibawah 45 tahun
b)      penderita astrositoma anaplastik
c)      penderita yang sebagian atau hampir seluruh tumornya telah diangkat melalui pembedahan.










BAB IV
TRAUMA MEDULA SPINALIS
A.    DEFINISI
Trauma medulla spinalis dapat terjadi bersamaan dengan trauma pada tulang belakang yaitu terjadinya fraktur pada tuylang belakang pada tulang belakang ,ligamentum longitudainalis posterior dan duramater bisa robek,bahkan dapat menusuk kekanalis vertebralis serta arteri dan vena-vena yang mengalirkan darah kemedula spinalis dapat ikut terputus .
Cedera sumsum tulang belakang merupakan kelainan yang pada masa kini yang banyak memberikan tantangan karena perubahan dan pola trauma serta kemajuan dibidang penatalaksanaannya.kalau dimasa lalu cedera tersebut lebih banyak disebabkan oleh jatuh dari ketionggian seperti pohon kelapa , pada masa kini penyebabnya lebih beraneka ragam seperti lkecelakaan lalu lintas,jatuh dari tempat ketinggian dan kecelakaan olah raga.
Pada masa lalu kematian penderita dengan cedera sumsum tulang belakang terutama disebabkan oleh terjadinya penyulit berupa infeksi saluran kemih gagal ginjal, pneumoni/ decubitus.
B.     PENYEBAB DAN BENTUK
Cedera sumsum tulang belakang terjadi akibat patah tulang belakang dan terbanyak mengenai daerah servikal dan lumbal.cedera terjadi akibat hiperfleksi, hiperekstensi, kompressi, atau rotasi tulang belakang.didaerah torakal tidak banyak terjadi karena terlindung dengan struktur toraks.
Fraktur dapat berupa patah tulang sederhana, kompressi, kominutif, dan dislokasi, sedangkan kerusakan pada sumsum tulanmg belakang dapat beruypa memar, contusio, kerusakan melintang, laserasi dengan atau tanpa gangguan peredaran darah, atau perdarahan.
Kelainan sekunder pada sumsum belakang dapat doisebabkan hipoksemia dana iskemia.iskamia disebabkan hipotensi, oedema, atau kompressi.
Perlu disadar bahwa kerusakan pada sumsum belakang merupakan kerusakan yang permanen karena tidak akan terjadi regenerasi dari jaringan saraf. Pada fase awal setelah trauma tidak dapat dipastikan apakah gangguan fungsi disebabkan oleh kerusakan sebenarnya dari jaringan saraf atau disebabkan oleh tekanan, memar, atau oedema.
C.     PATOFISIOLOGI
Tulang belakang yang mengalami gangguan trauma dapat menyebabkan kerusakan pada medulla spinalis, tetapi lesi traumatic pada medulla spinalis tidak selalu terjadi karena fraktur dan dislokasi. Efek trauma yang tidak langsung bersangkutan tetapi dapat menimbulkan lesi pada medulla spinalis disebut “whiplash”/trauma indirek. Whiplash adalah gerakan dorsapleksi dan anterofleksi berlebihan dari tulang belakang secara cepat dan mendadak.
Trauma whiplash terjadi pada tulang belakang bagian servikalis bawah maupun torakalis bawah misal; pada waktu duduk dikendaraan yang sedang cepat berjalan kemudian berhenti secara mendadak. Atau pada waktu terjun dari jarak tinggi menyelam dan masuk air yang dapat mengakibatkan paraplegia.
Trauma tidak langsung dari tulang belakang berupa hiperekstensi, hiperfleksi, tekanan vertical (terutama pada T.12sampai L.2), rotasi. Kerusakan yang dialami medulla spinalis dapat bersifat sementara atau menetap.akibat trauma terhadap tulang belakang, medula spinalis dapat tidak berfungsi untuk sementara (komosio medulla spinalis), tetapi dapat sembuh kembali dalam beberapa hari. Gejala yang ditimbulkan adalah berupa oedema, perdarahan peri vaskuler dan infark disekitar pembuluh darah. Pada kerusakan medulla spinalis yang menetap, secara makroskopis kelainannya dapat terlihat dan terjadi lesi, contusio, laserasio dan pembengkakan daerah tertentu di medulla spinalis.
Laserasi medulla spinalis merupakan lesi berat akibat trauma tulang belakang secara langsung karena tertutup atau peluru yang dapat mematahkan /menggeserkan ruas tulang belakang (fraktur dan dislokasi).lesi transversa medulla spinalis tergantung pada segmen yang terkena (segmen transversa, hemitransversa, kuadran transversa).hematomielia adalah perdarahan dlam medulla spinalis yang berbentuk lonjong dan bertempat disubstansia grisea.trauma ini bersifat “whiplash “ yaitu jatuh dari jarak tinggi dengan sifat badan berdiri, jatuh terduduk, terdampar eksplosi atau fraktur dislokasio.kompresi medulla spinalis terjadi karena dislokasi, medulla spinalis dapat terjepit oleh penyempitan kanalis vertebralis.
Suatu segmen medulla spinalis dapat tertekan oleh hematoma ekstra meduler traumatic dan dapat juga tertekan oleh kepingan tulang yang patah yang terselip diantara duramater dan kolumna vertebralis.gejala yang didapat sama dengan sindroma kompresi medulla spinalis akibat tumor, kista dan abses didalam kanalis vertebralis.
Akibat hiperekstensi dislokasio, fraktur dan whislap radiks saraf spinalis dapat tertarik dan mengalami jejas/reksis.pada trauma whislap, radiks colmna 5-7 dapat mengalami hal demikian, dan gejala yang terjadi adalah nyeri radikuler spontan yang bersifat hiperpatia, gambaran tersbut disebut hematorasis atau neuralgia radikularis traumatik yang reversible.jika radiks terputus akibat trauma tulang belakang, maka gejala defisit sensorik dan motorik yang terlihat adalah radikuler dengan terputusnya arteri radikuler terutama radiks T.8 atau T.9 yang akan menimbulkan defisit sensorik motorik pada dermatoma dan miotoma yang bersangkutan dan sindroma sistema aaanastomosis anterial anterior spinal.
D.    GAMBARAN KLINIK
Gambaran klinik tergantung pada lokasi dan besarnya kerusakan yang terjadi.kerusakan meningitis;lintang memberikan gambaran berupa hilangnya fungsi motorik maupun sensorik kaudal dari tempat kerusakan disertai shock spinal.shock spinal terjadi pada kerusakan mendadak sumsum tulang belakang karena hilangnya rangsang yang berasal dari pusat .peristiwa ini umumnya berlangsung selama 1-6 minggu, kadang lebih lama.tandanya adalah kelumpuhan flasid, anastesia, refleksi, hilangnya fersfirasi, gangguan fungsi rectum dan kandung kemih, triafismus, bradikardia dan hipotensi.setelah shock spinal pulih kembali, akan terdapat hiperrefleksi terlihat pula pada tanda gangguan fungsi otonom, berupa kulit kering karena tidak berkeringat dan hipotensi ortostatik serta gangguan fungsi kandung kemih dan gangguan defekasi.
Sindrom sumsum belakang bagian depan menunjukkan kelumpuhan otot lurik dibawah tempat kerusakan disertai hilangnya rasa nyeri dan suhu pada kedua sisinya, sedangkan rasa raba dan posisi tidak terganggu.
Cedera sumsum belakang sentral jarang ditemukan.keadaan ini pada umumnnya terjadi akibat cedera didaerah servikal dan disebabkan oleh hiperekstensi mendadak sehinnga sumsum belakang terdesak dari dorsal oleh ligamentum flavum yang terlipat.cedera tersebut dapat terjadi pada orang yang memikul barang berat diatas kepala, kemudian terjadi gangguan keseimbangan yang mendadak sehingga beban jatuh dan tulang belakang sekonyong-konyong dihiper ekstensi.gambaran klinik berupa tetraparese parsial.gangguan pada ekstremitas atas lebih ringan daripada ekstremitas atas sedangkan daerah perianal tidak terganggu.
Kerusakan tulang belakang setinggi vertebra lumbal 1&2 mengakibatkan anaestesia perianal, gangguan fungsi defekasi, miksi, impotensi serta hilangnya refleks anal dan refleks bulbokafernosa.
E.     PERAWATAN DAN PENGOBATAN
Perhatian utama pada penderita cedera tulang belakang ditujukan pada usaha mencegah terjadinya kerusakan yang lebih parah atau cedera sekunder.untuk maksud tersebut dilakukan immobilisasi ditempat kejadian dengan memanfaatkan alas yang keras.pengangkutan penderita tidak dibenarkan tanpa menggunakan tandu atau sarana papun yang beralas keras.selalu harus diperhatikan jalan nafas dan sirkulasi.bila dicurigai cedera didaerah servikal harus diusahakan agar kep[ala tidak menunduk dan tetap ditengah dengan menggunakan bantal kecil untuk menyanngga leher pada saat pengangkutan.

Perawatan penderita memegang peranan penting untuk mencegah timbulnya penyakit.perawatn ditujukan pada pencegahan :
§  Kulit : agar tidak timbul dekubitus karena daerah yang anaestesi.
§  Anggota gerak : agar tiadak timbul kontraktur.
§  Traktus urinarius : menjamin pengeluaran air kemih.
§  Traktus digestivus : menjamin kelancaran bab.
§  Traktus respiratorius : apabila yang terkena daerah servikal sehingga terjadi pentaplegi.

a)      KULIT
Perawatan posisi berganti dapat mencegah timbulnya decubitus yaitu dengan cara miring kanan kiri telentang dan telungkup.
b)      ANGGOTA GERAK
Karena kelainan saraf maka timbul pula posisi sendi akibat inbalance kekuatan otot.pencegahan ditujukan terhadap timbulnya kontraktur sendi dengan melakukan fisioterapi, latihan dan pergerakan sendi serta meletakkan anggota dalam posisi netral.
c)      TRAKTUS URINARIUS
Untuk ini perlu apakah ganggua saraf menimbulkan gejala UMN dan LMN terhadap buli-buli, karenanya maka kateterisasi perlu dikerjakan dengan baik , agar tidak menimbulkan infeksi.
d)     TRAKTUS DIGESTIVUS
Menjamin kelancaran defekasi dapat dikerjkaka secara manual .
e)      TRAKTUS RESPIRATORIUS
Apabila lesi cukup tinggi (daerah servikal dimana terdapat pula kelumpuhan pernapasan pentaplegia), maka resusitasi dan kontrol resprasion diperlukan.



DAFTAR PUSTAKA
§  Kedaruratan dan Kegawatan Medik III FKUI
§  Buku Ajar Ilmu Bedah, R. Sjamsuhidajat
§  Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem Persyarafan, Pusdiknakes















Tidak ada komentar:

Posting Komentar

gabung yuk