berita terbaru

Jumat, 23 Maret 2012

askep DM


DIABETES MELLITUS


A.    Pengertian
Diabetes mellitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia. (Brunner dan Suddarth, 2002).
Diabetes Melllitus adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang yang disebabkan oleh karena adanya peningkatan kadar gula (glukosa) darah akibat kekurangan insulin baik absolut maupun relatif (Arjatmo, 2002).

B.     Klasifikasi
Klasifikasi diabetes mellitus sebagai berikut :
  1. Tipe I : Diabetes mellitus tergantung insulin (IDDM)
  2. Tipe II : Diabetes mellitus tidak tergantung insulin (NIDDM)
  3. Diabetes mellitus yang berhubungan dengan keadaan atau sindrom lainnya
  4. Diabetes mellitus gestasional (GDM)













C.    Etiologi
  1. Diabetes tipe I:
a.       Faktor genetik
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri; tetapi mewarisi suatu predisposisi atau kecenderungan genetik ke arah terjadinya DM tipe I. Kecenderungan genetik ini ditemukan pada individu yang memiliki tipe antigen HLA.
b.      Faktor-faktor imunologi
Adanya respons otoimun yang merupakan respons abnormal dimana antibodi terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing. Yaitu otoantibodi terhadap sel-sel pulau Langerhans dan insulin endogen.
c.       Faktor lingkungan
Virus atau toksin tertentu dapat memicu proses otoimun yang menimbulkan destruksi selbeta.
  1. Diabetes Tipe II
Mekanisme yang tepat yang menyebabkan resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin pada diabetes tipe II masih belum diketahui. Faktor genetik memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin.
Faktor-faktor resiko :
a.       Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65 th)
b.      Obesitas
c.       Riwayat keluarga







D.     Pathways
 
Defisiensi Insulin


 
                                                   glukagon↑                                penurunan pemakaian
glukosa oleh sel

                                 glukoneogenesis                                  hiperglikemia


 
       lemak                        protein                             glycosuria

   ketogenesis                     BUN↑                        Osmotic Diuresis



Kekurangan volume cairan
 
 
     ketonemia            Nitrogen urine ↑                   Dehidrasi


Mual muntah
 
         ↓ pH                                                                Hemokonsentrasi









 

Resti Ggn Nutrisi
Kurang dari kebutuhan
 
                    Asidosis                                                                Trombosis



§  Koma
§  Kematian
 
 
                                                                                                 Aterosklerosis


 

Mikrovaskuler
 


Makrovaskuler
 
   


 









E.     Tanda dan Gejala
Keluhan umum pasien DM seperti poliuria, polidipsia, polifagia pada DM umumnya tidak ada. Sebaliknya yang sering mengganggu pasien adalah keluhan akibat komplikasi degeneratif kronik pada pembuluh darah dan saraf. Pada DM lansia terdapat perubahan patofisiologi akibat proses menua, sehingga gambaran klinisnya bervariasi dari kasus tanpa gejala sampai kasus dengan komplikasi yang luas. Keluhan yang sering muncul adalah adanya gangguan penglihatan karena katarak, rasa kesemutan pada tungkai serta kelemahan otot (neuropati perifer) dan luka pada tungkai yang sukar sembuh dengan pengobatan lazim.
Menurut Supartondo, gejala-gejala akibat DM pada usia lanjut yang sering ditemukan adalah :
1.     Katarak                                               
2.     Glaukoma
3.     Retinopati
4.     Gatal seluruh badan
5.     Pruritus Vulvae
6.     Infeksi bakteri kulit
7.     Infeksi jamur di kulit
8.     Dermatopati
9.     Neuropati perifer
10. Neuropati viseral
11. Amiotropi
12. Ulkus Neurotropik
13. Penyakit ginjal
14. Penyakit pembuluh darah perifer
15. Penyakit koroner
16. Penyakit pembuluh darah otak
17. Hipertensi


Osmotik diuresis akibat glukosuria tertunda disebabkan ambang ginjal yang tinggi, dan dapat muncul keluhan nokturia disertai gangguan tidur, atau bahkan inkontinensia urin. Perasaan haus pada pasien DM lansia kurang dirasakan, akibatnya mereka tidak bereaksi adekuat terhadap dehidrasi. Karena itu tidak terjadi polidipsia atau baru terjadi pada stadium lanjut.
Penyakit yang mula-mula ringan dan sedang saja yang biasa terdapat pada pasien DM usia lanjut dapat berubah tiba-tiba, apabila pasien mengalami infeksi akut. Defisiensi insulin yang tadinya bersifat relatif sekarang menjadi absolut dan timbul keadaan ketoasidosis dengan gejala khas hiperventilasi dan dehidrasi, kesadaran menurun dengan hiperglikemia, dehidrasi dan ketonemia. Gejala yang biasa terjadi pada hipoglikemia seperti rasa lapar, menguap dan berkeringat banyak umumnya tidak ada pada DM usia lanjut. Biasanya tampak bermanifestasi sebagai sakit kepala dan kebingungan mendadak.
Pada usia lanjut reaksi vegetatif dapat menghilang. Sedangkan gejala kebingungan dan koma yang merupakan gangguan metabolisme serebral tampak lebih jelas.

F.      Pemeriksaan Penunjang
  1. Glukosa darah sewaktu
  2. Kadar glukosa darah puasa
  3. Tes toleransi glukosa
Kadar darah sewaktu dan puasa sebagai patokan penyaring diagnosis DM (mg/dl)

Bukan DM
Belum pasti DM
DM
Kadar glukosa darah sewaktu
-          Plasma vena
-          Darah kapiler
Kadar glukosa darah puasa
-          Plasma vena
-          Darah kapiler

< 100
<80

<110
<90

100-200
80-200

110-120
90-110

>200
>200

>126
>110

Kriteria diagnostik WHO untuk diabetes mellitus pada sedikitnya 2 kali pemeriksaan :
1.      Glukosa plasma sewaktu >200 mg/dl (11,1 mmol/L)
2.      Glukosa plasma puasa >140 mg/dl (7,8 mmol/L)
3.      Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam kemudian sesudah mengkonsumsi 75 gr karbohidrat (2 jam post prandial (pp) > 200 mg/dl

G.    Penatalaksanaan
Tujuan utama terapi diabetes mellitus adalah mencoba menormalkan aktivitas insulin dan kadar glukosa darah dalam upaya untuk mengurangi komplikasi vaskuler serta neuropati. Tujuan terapeutik pada setiap tipe diabetes adalah mencapai kadar glukosa darah normal.
Ada 5 komponen dalam penatalaksanaan diabetes :
1.      Diet
2.      Latihan
3.      Pemantauan
4.      Terapi (jika diperlukan)
5.      Pendidikan

H.    Komplikasi
1.      strok, gangguan pada pembuluh darah otak
2.      buta, gangguan pada pembuluh darah mata
3.      gagal ginjal, gangguan pada pembuluh darah ginjal
4.      gangren, gangguan pada pembuluh darah kaki serta luka susah sembuh.
5.      Kardiopati Diabetik: Adalah gangguan jantung akibat diabetes, Glukosa yang tinggi dalam jangka panjang akan menaikan kadar kolesterol dan trigliserida darah.





ASUHAN KEPERAWATAN



A.    Pengkajian
§  Riwayat Kesehatan Keluarga
Adakah keluarga yang menderita penyakit seperti klien ?
§  Riwayat Kesehatan Pasien dan Pengobatan Sebelumnya
Berapa lama klien menderita DM, bagaimana penanganannya, mendapat terapi insulin jenis apa, bagaimana cara minum obatnya apakah teratur atau tidak, apa saja yang dilakukan klien untuk menanggulangi penyakitnya.
§  Aktivitas/ Istirahat :
Letih, Lemah, Sulit Bergerak / berjalan, kram otot, tonus otot menurun.
§  Sirkulasi
Adakah riwayat hipertensi,AMI, klaudikasi, kebas, kesemutan pada ekstremitas, ulkus pada kaki yang penyembuhannya lama, takikardi, perubahan tekanan darah
§  Integritas Ego
Stress, ansietas
§  Eliminasi
Perubahan pola berkemih ( poliuria, nokturia, anuria ), diare
§  Makanan / Cairan
Anoreksia, mual muntah, tidak mengikuti diet, penurunan berat badan, haus, penggunaan diuretik.
§  Neurosensori
Pusing, sakit kepala, kesemutan, kebas kelemahan pada otot, parestesia,gangguan penglihatan.
§  Nyeri / Kenyamanan
Abdomen tegang, nyeri (sedang / berat)
B.     Diagnosa keperawatan
  1. Resiko tinggi gangguan nutrisi : kurang dari kebutuhan
  2. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan diuresis osmotik.
  3. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan perubahan status metabolik (neuropati perifer).
  4. Resiko terjadi injury berhubungan dengan  penurunan fungsi penglihatan.

C.     Intervensi
  1. Resiko tinggi gangguan nutrisi : kurang dari kebutuhan berhubungan dengan penurunan masukan oral, anoreksia, mual, peningkatan metabolisme protein, lemak.
      Tujuan : kebutuhan nutrisi pasien terpenuhi
Kriteria Hasil :
§  Pasien dapat mencerna jumlah kalori atau nutrien yang tepat
§  Berat badan stabil atau penambahan ke arah rentang biasanya
Intervensi :
§  Timbang berat badan setiap hari atau sesuai dengan indikasi.
§  Tentukan program diet dan pola makan pasien dan bandingkan dengan makanan yang dapat dihabiskan pasien.
§  Auskultasi bising usus, catat adanya nyeri abdomen / perut kembung, mual, muntahan makanan yang belum sempat dicerna, pertahankan keadaan puasa sesuai dengan indikasi.
§  Berikan makanan cair yang mengandung zat makanan (nutrien) dan elektrolit dengan segera jika pasien sudah dapat mentoleransinya melalui oral.
§  Observasi tanda-tanda hipoglikemia seperti perubahan tingkat kesadaran, kulit lembab/dingin, denyut nadi cepat, lapar, peka rangsang, cemas, sakit kepala.
§  Kolaborasi melakukan pemeriksaan gula darah dan Kolaborasi pemberian pengobatan insulin.

  1. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan diuresis osmotik.
Tujuan : kebutuhan cairan atau hidrasi pasien terpenuhi
Kriteria Hasil :
Pasien menunjukkan hidrasi yang adekuat dibuktikan oleh tanda vital stabil, nadi perifer dapat diraba, turgor kulit dan pengisian kapiler baik, haluaran urin tepat secara individu dan kadar elektrolit dalam batas normal.
Intervensi :
§  Pantau tanda-tanda vital, catat adanya perubahan TD ortostatik
§  Pantau pola nafas seperti adanya pernafasan kusmaul
§  Kaji frekuensi dan kualitas pernafasan, penggunaan otot bantu nafas
§  Kaji nadi perifer, pengisian kapiler, turgor kulit dan membran mukosa
§  Pantau masukan dan pengeluaran
§  Pertahankan untuk memberikan cairan paling sedikit 2500 ml/hari dalam batas yang dapat ditoleransi jantung
§  Catat hal-hal  seperti mual, muntah dan distensi lambung.
§  Observasi adanya kelelahan yang meningkat, edema, peningkatan BB, nadi tidak teratur.
  1. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan perubahan status metabolik (neuropati perifer).
      Tujuan : gangguan integritas kulit dapat berkurang atau menunjukkan    penyembuhan.
Kriteria Hasil :
Kondisi luka menunjukkan adanya perbaikan jaringan dan tidak terinfeksi
Intervensi :
§  Kaji luka, adanya epitelisasi, perubahan warna, edema, dan discharge, frekuensi ganti balut.
§  Kaji tanda vital, Kaji adanya nyeri
§  Lakukan perawatan luka
§  Kolaborasi pemberian insulin dan medikasi dan Kolaborasi pemberian antibiotik sesuai indikasi.
  1. Resiko terjadi injury berhubungan dengan  penurunan fungsi penglihatan
Tujuan : pasien tidak mengalami injury
Kriteria Hasil : pasien dapat memenuhi kebutuhannya tanpa mengalami injury
Intervensi :
§  Hindarkan lantai yang licin.
§  Gunakan bed yang rendah.
§  Orientasikan klien dengan ruangan.
§  Bantu klien dalam melakukan aktivitas sehari-hari
§  Bantu pasien dalam ambulasi atau perubahan posisi





DAFTAR PUSTAKA

Luecknote, Annette Geisler, Pengkajian Gerontologi alih bahasa Aniek Maryunani, Jakarta:EGC, 1997.

Doenges, Marilyn E, Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien edisi 3 alih bahasa I Made Kariasa, Ni Made Sumarwati, Jakarta : EGC, 1999.

Carpenito, Lynda Juall, Buku Saku Diagnosa Keperawatan edisi 6 alih bahasa YasminAsih, Jakarta : EGC, 1997.

Smeltzer, Suzanne C, Brenda G bare, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth Edisi 8 Vol 2 alih bahasa H. Y. Kuncara, Andry Hartono, Monica Ester, Yasmin asih, Jakarta : EGC, 2002.

Ikram, Ainal,  Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam : Diabetes Mellitus Pada Usia Lanjut jilid I Edisi ketiga, Jakarta : FKUI, 1996.

Arjatmo Tjokronegoro. Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu.Cet 2. Jakarta : Balai Penerbit FKUI, 2002









down syndrome


BAB I
PENDAHULUAN
Down syndrome pertama kali dikenal pada tahun 1866 oleh Dr.John Longdon Down. Karena ciri-ciri yang tampak aneh seperti tinggi badan yang relative pendek, kepala mengecil, hidung yang datar menyerupai orang mongolia maka sering juga dikenal dengan Mongoloid. Pada tahun 1970an para ahli dari Amerika dan Eropa merubah nama dari kelainan yang terjadi pada anak tersebut dengan merujuk pada penemu pertama syndrome ini dengan istilah Down Syndrome dan hingga kini penyakit ini dikenal dengan istilah yang sama.
Sindrom down merupakan kelainan kromosom autosomal yang paling banyak terjadi pada manusia. Angka kejadian pada tahun 1994 mencapai 1.0 - 1.2 per 1000 kelahiran dan pada 20 tahun yang laludilaporkan 1,6 per 1000 kelahiran. Kebanyakan anak dengan sindrom down dilahirkan oleh wanita yang berusia datas 35 tahun. Sindrom down dapat terjadi pada semua ras. Dikatakan angka kejadian pada orang kulit putih lebih tinggi dari orang hitam (Soetjiningsih).
Sumber lain mengatakan bahwa angka kejadian 1,5 per 1000 kelahiran, ditemukan pada semua suku dan ras, terdapat pada penderita retardasi mental sekitar 10 %, secara statistik lebih banyak di lahirkan oleh ibu yang berusia lebih dari 30 tahun, prematur dan pada ibu yang usianya terlalu muda (Staf pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI).
Kejadian sindrom Down dianggarkan pada 1 setiap 800 hingga 1 setiap 1000 kelahiran. Pada 2006, Pusat Kawalan Penyakit (Center for Disease Control) menganggarkan kadar sehingga 1 setiap 733 kelahiran hidup di Amerika Sarikat. Sekitar 95% dari penyebab sindrom down adalah kromosom 21. Sindrom Down berlaku dikalangan semua ethnik dan semua golongan tahap ekonomi. memberi kesan kepada risiko kehamilan bayi dengan sindrom Down. Pada ibu berusia antara 20 hingga 24, risikonya adalah 1/1490; pada usia 40 risikonya adalah 1/60, dan pada usia 49 risikonya adalah 1/11. Sungguhpun risiko meningkat dengan usia ibu, 80% kanak-kanak dengan sindrom Down dilahirkan pada wanita bawah usia 35, menunjukkan kesuburan keseluruhan kumpulan usia tersebut. Selain usia ibu, tiada faktor risiko lain diketahui







BAB II
DOWN SYNDROM PADA ANAK

I.       KONSEP DASAR
A. Pengertian
Kelainan bawaan sejak lahir yang terjadi pada 1 diantara 700 bayi. Mongolisma (Down’s Syndrome) ditandai oleh kelainan jiwa atau cacat mental mulai dari yang sedang sampai berat. Tetapi hampir semua anak yang menderita kelainan ini dapat belajar membaca dan merawat dirinya sendiri.
Sindrom Down adalah suatu kumpulan gejala akibat dari abnormalitas kromosom, biasanya kromosom 21, yang tidak berhasil memisahkan diri selama meiosis sehingga terjadi individu dengan 47 kromosom. Sindrom ini pertama kali diuraikan oleh Langdon Down pada tahun 1866.
Down Syndrom merupakan kelainan kromosom autosomal yang paling banyak terjadi pada manusia. Diperkirakan 20 % anak dengan down syndrom dilahirkan oleh ibu yang berusia diatas 35 tahun. Synrom down merupakan cacat bawaan yang disebabkan oleh adanya kelebiha kromosom x. Syndrom ini juga disebut Trisomy 21, karena 3 dari 21 kromosom menggantikan yang normal.95 % kasus syndrom down disebabkan oleh kelebihan kromosom.
B. Etiologi
Penyebab dari Sindrom Down adalah adanya kelainan kromosom yaitu terletak pada kromosom 21 dan 15, dengan kemungkinan-kemungkinan :
1. Non Disjunction sewaktu osteogenesis ( Trisomi )
2. Translokasi kromosom 21 dan 15
3. Postzygotic non disjunction ( Mosaicism )
Faktor-faktor yang berperan dalam terjadinya kelainan kromosom ( Kejadian Non Disjunctional ) adalah :
1.Genetik
Karena menurut hasil penelitian epidemiologi mengatakan adanya peningkatan resiko berulang bila dalam keluarga terdapat anak dengan syndrom down.
2.Radiasi
Ada sebagian besar penelitian bahwa sekitar 30 % ibu yang melahirkan ank dengan syndrom down pernah mengalami radiasi di daerah sebelum terjadi konsepsi.
3.Infeksi Dan Kelainan Kehamilan

4.Autoimun dan Kelainan Endokrin Pada ibu
Terutama autoimun tiroid atau penyakit yang dikaitkan dengan tiroid.
5.Umur Ibu
Apabila umur ibu diatas 35 tahun diperkirakan terdapat perubahan hormonal yang dapat menyebabkan “non dijunction” pada kromosom. Perubahan endokrin seperti meningkatnya sekresi androgen, menurunnya kadar hidroepiandrosteron, menurunnya konsentrasi estradiolsistemik, perubahan konsentrasi reseptor hormon danpeningkatan kadar LH dan FSH secara tiba-tiba sebelum dan selam menopause. Selain itu kelainan kehamilan juga berpengaruh.
6.Umur Ayah
Selain itu ada faktor lain seperti gangguan intragametik, organisasi nukleolus, bahan kimia dan frekuensi koitus.
C. Gejala Klinis
Berat badan waktu lahir dari bayi dengan syndrom down umumnya kurang dari normal.
Beberapa Bentuk Kelainan Pada Anak Dengan Syndrom Down :
1. Sutura Sagitalis Yang Terpisah
2. Fisura Palpebralis Yang Miring
3. Jarak Yang Lebar Antara Kaki
4. Fontarela Palsu
5. “Plantar Crease” Jari Kaki I Dan II
6. Hyperfleksibilitas
7. Peningkatan Jaringan Sekitar Leher
8. Bentuk Palatum Yang Abnormal
9. Hidung Hipoplastik
10. Kelemahan Otot Dan Hipotonia
11. Bercak Brushfield Pada Mata
12. Mulut Terbuka Dan Lidah Terjulur
13. Lekukan Epikantus (Lekukan Kulit Yang Berbentuk Bundar) Pada Sudut
Mata Sebelah Dalam
14. Single Palmar Crease Pada Tangan Kiri Dan Kanan
15. Jarak Pupil Yang Lebar
16. Oksiput Yang Datar
17. Tangan Dan Kaki Yang Pendek Serta Lebar
18. Bentuk / Struktur Telinga Yang Abnormal
19. Kelainan Mata, Tangan, Kaki, Mulut, Sindaktili
20. Mata Sipit
Gejala-Gejala Lain :
1.  Anak-anak yang menderita kelainan ini umumnya lebih pendek dari anak yang  umurnya sebaya.
2.  Kepandaiannya lebih rendah dari normal.
3.  Lebar tengkorak kepala pendek, mata sipit dan turun, dagu kecil yang mana lidah kelihatan menonjol keluar dan tangan lebar dengan jari-jari pendek.
4.  Pada beberapa orang, mempunyai kelaianan jantung bawaan.
Juga sering ditemukan kelainan saluran pencernaan seperti atresia esofagus (penyumbatan kerongkongan) dan atresia duodenum, jugaa memiliki resiko tinggi menderita leukimia limfositik akut. Dengan gejala seperti itu anak dapat mengalami komplikasi retardasi mental, kerusakan hati, bawaan, kelemahan neurosensori, infeksi saluran nafas berulang, kelainan GI.
Komplikasi
1.Penyakit Alzheimer’s (penyakit kemunduran susunan syaraf pusat)
2.Leukimia (penyakit dimana sel darah putih melipat ganda tanpa terkendalikan).
Penyebab :
1. Pada kebanyakan kasus karena kelebihan kromosom (47 kromosom, normal 46, dan kadang-kadang kelebihan kromosom tersebut berada ditempat yang tidak normal)
2. Ibu hamil setelah lewat umur (lebih dari 40 th) kemungkinan melahirkan bayi dengan Down syndrome.
3. Infeksi virus atau keadaan yang mempengaruhi susteim daya tahan tubuh selama ibu hamil.
D. Patofisiologi
Penyebab yang spesifik belum diketahiui, tapi kehamilan oleh ibu yang berusia diatas 35 tahun beresiko tinggi memiliki anak syndrom down. Karena diperjirakan terdapat perubahan hormonal yang dapat menyebabkan “non-disjunction” pada kromosom yaitu terjadi translokasi kromosom 21 dan 15. Hal ini dapat mempengaruhi pada proses menua.
E.  Prognosis
44 % syndrom down hidup sampai 60 tahun dan hanya 14 % hidup sampai 68 tahun. Tingginya angka kejadian penyakit jantung bawaan pada penderita ini yang mengakibatkan 80 % kematian. Meningkatnya resiko terkena leukimia pada syndrom down adalah 15 kali dari populasi normal. Penyakit Alzheimer yang lebih dini akan menurunkan harapan hidup setelah umur 44 tahun.
Anak syndrom down akan mengalami beberapa hal berikut :
1. Gangguan tiroid
2. Gangguan pendengaran akibat infeksi telinga berulang dan otitis serosa
3. Gangguan penglihatan karena adanya perubahan pada lensa dan kornea
4. Usia 30 tahun menderita demensia (hilang ingatan, penurunan kecerdasan danperubahan kepribadian)
F.  Pencegahan
1.      Konseling Genetik maupun amniosentesis pada kehamilan yang dicurigai akan sangat membantu mengurangi angka kejadian Sindrom Down.
2.      Dengan Biologi Molekuler, misalnya dengan “ gene targeting “ atau yang dikenal juga sebagai “ homologous recombination “ sebuah gen dapat dinonaktifkan.
G.  Diagnosis
Pada pemeriksaan radiologi didapatkan “brachyaphalic” sutura dan frontale yang terlambat menutup. Tulang ileum dan sayapnya melebar disertai sudut asetabular yang lebar. Pemeriksaan kariotiping untuk mencari adanya translokasi kromosom. Diagnosis antenatal dengan pemeriksaan cairan amnion atau vili karionik, dapat dilakukan secepatnya pada kehamilan 3 bulan atau pada ibu yang sebelumnya pernah melahirkan anak dengan syndrom down. Bila didapatkan janin yang dikandung menderita sydrom down dapat ditawarkan terminasi kehamilan kepada orang tua.
Pada anak dengan Sindrom Down mempunyai jumlah kromosom 21 yang berlebih ( 3 kromosom ) di dalam tubuhnya yang kemudian disebut trisomi 21. Adanya kelebihan kromosom menyebabkan perubahan dalam proses normal yang mengatur embriogenesis. Materi genetik yang berlebih tersebut terletak pada bagian lengan bawah dari kromosom 21 dan interaksinya dengan fungsi gen lainnya menghasilkan suatu perubahan homeostasis yang memungkinkan terjadinya penyimpangan perkembangan fisik ( kelainan tulang ), SSP ( penglihatan, pendengaran ) dan kecerdasan yang terbatas.
H. Penatalaksanan
1.      Penanganan Secara Medis
a. Pendengarannya : sekitar 70-80 % anak syndrom down terdapat gangguan pendengaran dilakukan tes pendengaran oleh THT sejak dini.
b. Penyakit jantung bawaan
c. Penglihatan : perlu evaluasi sejak dini.
d. Nutrisi : akan terjadi gangguan pertumbuhan pada masa bayi / prasekolah.
e. Kelainan tulang : dislokasi patela, subluksasio pangkal paha / ketidakstabilan atlantoaksial. Bila keadaan terakhir ini sampai menimbulkan medula spinalis atau bila anak memegang kepalanya dalam posisi seperti tortikolit, maka perlu pemeriksaan radiologis untuk memeriksa spina servikalis dan diperlukan konsultasi neurolugis.
2.      Pendidikan
a. Intervensi Dini
Program ini dapat dipakai sebagai pedoman bagi orang tua untuk memberi lingkunga yang memeadai bagi anak dengan syndrom down, bertujuan untuk latihan motorik kasar dan halus serta petunjuk agar anak mampu berbahasa. Selain itu agar ankak mampu mandiri sperti berpakaian, makan, belajar, BAB/BAK, mandi,yang akan memberi anak kesempatan.
b. Taman Bermain
Misal dengan peningkatan ketrampilan motorik kasar dan halus melalui bermain dengan temannya, karena anak dapat melakukan interaksi sosial dengan temannya.
c. Pendidikan Khusus (SLB-C)
Anak akan mendapat perasaan tentang identitas personal, harga diri dan kesenangan. Selain itu mengasah perkembangan fisik, akademis dan dan kemampuan sosial, bekerja dengan baik dan menjali hubungan baik.
3.      Penyuluhan Pada Orang Tua













BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN DOWN SYNDROME
A.    Pengkajian
1.    Selama Masa Neonatal Yang Perlu Dikaji :
a. Keadaan suhu tubuh terutama masa neonatal
b. Kebutuhan nutrisi / makan
c. Keadaan indera pendengaran dan penglihatan
d. Pengkajian tentang kemampuan kognitif dan perkembangan mental anak
e. Kemampuan anak dalam berkomunikasi dan bersosialisasi
f. Kemampuan motorik
g. Kemampuan keluarga dalam merawat anak denga syndrom down terutama tentang kemajuan perkembangan mental anak
2.    Pengkajian terhadap kemampuan motorik kasar dan halus
3.    Pengkajian kemampuan kognitif dan perkembangan mental
4.    Pengkajian terhadap kemampuan anak untuk berkomunikasi
5.    Tes pendengaran, penglihatan dan adanya kelainan tulang
6.    Bagaimana penyesuaian keluarga terhadap diagnosis dan kemajuan perkembangan mental anak.
B.     Diagnosa
1.      Perubahan nutrisi (pada neonatus) : kurang dari kebutuhan berhubungan dengan kesulitan pemberian makanan karena lidah yang menjulur dan palatum yang tinggi.
2.      Resiko terhadap cidera berhubungan dengan kemampuan pendengaran yang berkurang.
3.      Tidak efektifnya koping keluarga berhubungan dengan faktor finansial yang dibutuhkan dalam perawatan dan mempuyai anak yang tidak normal.
4.      Kurangnya interaksi sosial anak berhubungan dengan keterbatasan fisik dan mental yang mereka miliki.
5.      Defisit pengetahuan (orang tua) berhubungan dengan perawatan anak syndrom down.
C.     Intervensi
1. Berikan nutrisi yang memadai
a. Lihat kemampuan anak untuk menelan
b. Beri informasi pada orang tua cara yang tepat / benar dalam memberi makanan yang baik
c. Berikan nutrisi yang baik pada anak dengan gizi yang baik
2. Anjurkan orang tua untuk memeriksakan pendengaran dan penglihatan secara rutin
3. Gali pengertian orang tua mengenai syndrom down
a. Beri penjelasan pada orang tua tentang keadaan anaknya
b. Beri informasi pada orang tua tentang perawatan anak dengan syndrom down
4. Motivasi orang tua agar :
a. Memberi kesempatan anak untuk bermain dengan teman sebaya agar anak mudah bersosialisasi
b. Memberi keleluasaan / kebebasan pada anak unutk berekspresi
5. Berikan motivasi pada orang tua agar memberi lingkunga yang memadai pada anak
a. Dorong partisipasi orang tua dalam memberi latihan motorik kasar dan halus serta pentunjuk agar anak mampu berbahasa
b. Beri motivasi pada orang tua dalam memberi latihan pada anak dalam aktivitas sehari-hari.





















BAB IV
KESIMPULAN
§  Sindrom Down adalah suatu kumpulan gejala akibat dari abnormalitas kromosom, biasanya kromosom 21, yang tidak berhasil memisahkan diri selama meiosis sehingga terjadi individu dengan 47 kromosom. Sindrom ini pertama kali diuraikan oleh Langdon Down pada tahun 1866.
§  Penyebab dari Sindrom Down adalah adanya kelainan kromosom yaitu terletak pada kromosom 21 dan 15, dengan kemungkinan-kemungkinan : Non Disjunction sewaktu osteogenesis ( Trisomi ), Translokasi kromosom 21 dan 15, Postzygotic non disjunction ( Mosaicism )
§  Penanganan dilakukan secara medis dan pengajaran
























DAFTAR PUSTAKA

1.  Cecily. L Betz, 2002, Buku Saku Keperawatan Pediatri, Alih bahasa Jan Tambayong, EGC, Jakarta.
2.  Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI, 1985, Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak 1, Infomedika, Jakarta.
3. http://firmanpharos.wordpress.com/2010/04/09/asuhan-keperawatan-pada-anak-dengan-down-syndrome/