BAB I
PENDAHULUAN
Down syndrome pertama kali dikenal pada tahun 1866 oleh Dr.John Longdon
Down. Karena ciri-ciri yang tampak aneh seperti tinggi badan yang relative
pendek, kepala mengecil, hidung yang datar menyerupai orang mongolia maka
sering juga dikenal dengan Mongoloid. Pada tahun 1970an para ahli dari Amerika
dan Eropa merubah nama dari kelainan yang terjadi pada anak tersebut dengan
merujuk pada penemu pertama syndrome ini dengan istilah Down Syndrome dan
hingga kini penyakit ini dikenal dengan istilah yang sama.
Sindrom down merupakan kelainan kromosom autosomal yang paling banyak
terjadi pada manusia. Angka kejadian pada tahun 1994 mencapai 1.0 - 1.2 per
1000 kelahiran dan pada 20 tahun yang laludilaporkan 1,6 per 1000 kelahiran.
Kebanyakan anak dengan sindrom down dilahirkan oleh wanita yang berusia datas
35 tahun. Sindrom down dapat terjadi pada semua ras. Dikatakan angka kejadian
pada orang kulit putih lebih tinggi dari orang hitam (Soetjiningsih).
Sumber lain mengatakan bahwa angka kejadian 1,5 per 1000 kelahiran,
ditemukan pada semua suku dan ras, terdapat pada penderita retardasi mental
sekitar 10 %, secara statistik lebih banyak di lahirkan oleh ibu yang berusia
lebih dari 30 tahun, prematur dan pada ibu yang usianya terlalu muda (Staf
pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI).
Kejadian sindrom Down dianggarkan pada 1 setiap 800 hingga 1 setiap 1000 kelahiran. Pada 2006, Pusat Kawalan Penyakit (Center for Disease Control) menganggarkan kadar sehingga 1 setiap 733 kelahiran hidup di Amerika Sarikat. Sekitar 95% dari penyebab sindrom down adalah kromosom 21. Sindrom Down berlaku dikalangan semua ethnik dan semua golongan tahap ekonomi. memberi kesan kepada risiko kehamilan bayi dengan sindrom Down. Pada ibu berusia antara 20 hingga 24, risikonya adalah 1/1490; pada usia 40 risikonya adalah 1/60, dan pada usia 49 risikonya adalah 1/11. Sungguhpun risiko meningkat dengan usia ibu, 80% kanak-kanak dengan sindrom Down dilahirkan pada wanita bawah usia 35, menunjukkan kesuburan keseluruhan kumpulan usia tersebut. Selain usia ibu, tiada faktor risiko lain diketahui
Kejadian sindrom Down dianggarkan pada 1 setiap 800 hingga 1 setiap 1000 kelahiran. Pada 2006, Pusat Kawalan Penyakit (Center for Disease Control) menganggarkan kadar sehingga 1 setiap 733 kelahiran hidup di Amerika Sarikat. Sekitar 95% dari penyebab sindrom down adalah kromosom 21. Sindrom Down berlaku dikalangan semua ethnik dan semua golongan tahap ekonomi. memberi kesan kepada risiko kehamilan bayi dengan sindrom Down. Pada ibu berusia antara 20 hingga 24, risikonya adalah 1/1490; pada usia 40 risikonya adalah 1/60, dan pada usia 49 risikonya adalah 1/11. Sungguhpun risiko meningkat dengan usia ibu, 80% kanak-kanak dengan sindrom Down dilahirkan pada wanita bawah usia 35, menunjukkan kesuburan keseluruhan kumpulan usia tersebut. Selain usia ibu, tiada faktor risiko lain diketahui
BAB II
DOWN SYNDROM PADA ANAK
I.
KONSEP DASAR
A. Pengertian
Kelainan bawaan sejak lahir yang terjadi pada 1 diantara 700
bayi. Mongolisma (Down’s Syndrome) ditandai oleh kelainan jiwa atau cacat mental
mulai dari yang sedang sampai berat. Tetapi hampir semua anak yang menderita
kelainan ini dapat belajar membaca dan merawat dirinya sendiri.
Sindrom Down adalah suatu kumpulan gejala akibat dari
abnormalitas kromosom, biasanya kromosom 21, yang tidak berhasil memisahkan
diri selama meiosis sehingga terjadi individu dengan 47 kromosom. Sindrom ini
pertama kali diuraikan oleh Langdon Down pada tahun 1866.
Down Syndrom merupakan kelainan kromosom autosomal yang
paling banyak terjadi pada manusia. Diperkirakan 20 % anak dengan down syndrom
dilahirkan oleh ibu yang berusia diatas 35 tahun. Synrom down merupakan cacat
bawaan yang disebabkan oleh adanya kelebiha kromosom x. Syndrom ini juga
disebut Trisomy 21, karena 3 dari 21 kromosom menggantikan yang normal.95 %
kasus syndrom down disebabkan oleh kelebihan kromosom.
B. Etiologi
Penyebab dari Sindrom Down adalah adanya kelainan kromosom
yaitu terletak pada kromosom 21 dan 15, dengan kemungkinan-kemungkinan :
1.
Non Disjunction sewaktu osteogenesis ( Trisomi )
2.
Translokasi kromosom 21 dan 15
3.
Postzygotic non disjunction ( Mosaicism )
Faktor-faktor yang berperan dalam terjadinya kelainan
kromosom ( Kejadian Non Disjunctional ) adalah :
1.Genetik
Karena menurut hasil penelitian epidemiologi mengatakan
adanya peningkatan resiko berulang bila dalam keluarga terdapat anak dengan
syndrom down.
2.Radiasi
Ada
sebagian besar penelitian bahwa sekitar 30 % ibu yang melahirkan ank dengan
syndrom down pernah mengalami radiasi di daerah sebelum terjadi konsepsi.
3.Infeksi Dan Kelainan Kehamilan
4.Autoimun dan Kelainan Endokrin Pada
ibu
Terutama autoimun tiroid atau penyakit yang dikaitkan
dengan tiroid.
5.Umur Ibu
Apabila umur ibu diatas 35 tahun diperkirakan terdapat
perubahan hormonal yang dapat menyebabkan “non dijunction” pada kromosom.
Perubahan endokrin seperti meningkatnya sekresi androgen, menurunnya kadar
hidroepiandrosteron, menurunnya konsentrasi estradiolsistemik, perubahan
konsentrasi reseptor hormon danpeningkatan kadar LH dan FSH secara tiba-tiba
sebelum dan selam menopause. Selain itu kelainan kehamilan juga berpengaruh.
6.Umur Ayah
Selain itu ada faktor lain seperti gangguan intragametik,
organisasi nukleolus, bahan kimia dan frekuensi koitus.
C. Gejala
Klinis
Berat badan waktu lahir dari bayi dengan syndrom down umumnya
kurang dari normal.
Beberapa
Bentuk Kelainan Pada Anak Dengan Syndrom Down :
1.
Sutura Sagitalis Yang Terpisah
2.
Fisura Palpebralis Yang Miring
3.
Jarak Yang Lebar Antara Kaki
4.
Fontarela Palsu
5.
“Plantar Crease” Jari Kaki I Dan II
6.
Hyperfleksibilitas
7.
Peningkatan Jaringan Sekitar Leher
8.
Bentuk Palatum Yang Abnormal
9.
Hidung Hipoplastik
10.
Kelemahan Otot Dan Hipotonia
11.
Bercak Brushfield Pada Mata
12.
Mulut Terbuka Dan Lidah Terjulur
13.
Lekukan Epikantus (Lekukan Kulit Yang Berbentuk Bundar) Pada Sudut
Mata Sebelah Dalam
14.
Single Palmar Crease Pada Tangan Kiri Dan Kanan
15.
Jarak Pupil Yang Lebar
16.
Oksiput Yang Datar
17.
Tangan Dan Kaki Yang Pendek Serta Lebar
18.
Bentuk / Struktur Telinga Yang Abnormal
19.
Kelainan Mata, Tangan, Kaki, Mulut, Sindaktili
20.
Mata Sipit
Gejala-Gejala
Lain :
1. Anak-anak
yang menderita kelainan ini umumnya lebih pendek dari anak yang umurnya sebaya.
2.
Kepandaiannya lebih rendah dari normal.
3. Lebar
tengkorak kepala pendek, mata sipit dan turun, dagu kecil yang mana lidah
kelihatan menonjol keluar dan tangan lebar dengan jari-jari pendek.
4. Pada
beberapa orang, mempunyai kelaianan jantung bawaan.
Juga sering ditemukan kelainan saluran pencernaan
seperti atresia esofagus (penyumbatan kerongkongan) dan atresia duodenum, jugaa
memiliki resiko tinggi menderita leukimia limfositik akut. Dengan gejala
seperti itu anak dapat mengalami komplikasi retardasi mental, kerusakan hati,
bawaan, kelemahan neurosensori, infeksi saluran nafas berulang, kelainan GI.
Komplikasi
1.Penyakit Alzheimer’s (penyakit kemunduran susunan syaraf
pusat)
2.Leukimia (penyakit dimana sel darah putih melipat
ganda tanpa terkendalikan).
Penyebab :
1. Pada kebanyakan kasus karena kelebihan kromosom (47
kromosom, normal 46, dan kadang-kadang kelebihan kromosom tersebut berada ditempat
yang tidak normal)
2. Ibu hamil setelah lewat umur (lebih dari 40 th)
kemungkinan melahirkan bayi dengan Down syndrome.
3. Infeksi virus atau keadaan yang mempengaruhi
susteim daya tahan tubuh selama ibu hamil.
D. Patofisiologi
Penyebab yang spesifik belum diketahiui, tapi kehamilan oleh
ibu yang berusia diatas 35 tahun beresiko tinggi memiliki anak syndrom down.
Karena diperjirakan terdapat perubahan hormonal yang dapat menyebabkan
“non-disjunction” pada kromosom yaitu terjadi translokasi kromosom 21 dan 15.
Hal ini dapat mempengaruhi pada proses menua.
E. Prognosis
44 % syndrom down hidup sampai 60 tahun dan hanya 14 % hidup
sampai 68 tahun. Tingginya angka kejadian penyakit jantung bawaan pada
penderita ini yang mengakibatkan 80 % kematian. Meningkatnya resiko terkena
leukimia pada syndrom down adalah 15 kali dari populasi normal. Penyakit
Alzheimer yang lebih dini akan menurunkan harapan hidup setelah umur 44 tahun.
Anak
syndrom down akan mengalami beberapa hal berikut :
1.
Gangguan tiroid
2.
Gangguan pendengaran akibat infeksi telinga berulang dan otitis serosa
3.
Gangguan penglihatan karena adanya perubahan pada lensa dan kornea
4. Usia 30 tahun menderita demensia (hilang ingatan,
penurunan kecerdasan danperubahan kepribadian)
F. Pencegahan
1.
Konseling Genetik maupun amniosentesis pada kehamilan
yang dicurigai akan sangat membantu mengurangi angka kejadian Sindrom Down.
2.
Dengan Biologi Molekuler, misalnya dengan “ gene
targeting “ atau yang dikenal juga sebagai “ homologous recombination “ sebuah
gen dapat dinonaktifkan.
G. Diagnosis
Pada pemeriksaan radiologi didapatkan “brachyaphalic” sutura
dan frontale yang terlambat menutup. Tulang ileum dan sayapnya melebar disertai
sudut asetabular yang lebar. Pemeriksaan kariotiping untuk mencari adanya
translokasi kromosom. Diagnosis antenatal dengan pemeriksaan cairan amnion atau
vili karionik, dapat dilakukan secepatnya pada kehamilan 3 bulan atau pada ibu
yang sebelumnya pernah melahirkan anak dengan syndrom down. Bila didapatkan
janin yang dikandung menderita sydrom down dapat ditawarkan terminasi kehamilan
kepada orang tua.
Pada anak dengan Sindrom Down mempunyai jumlah kromosom 21
yang berlebih ( 3 kromosom ) di dalam tubuhnya yang kemudian disebut trisomi
21. Adanya kelebihan kromosom menyebabkan perubahan dalam proses normal yang
mengatur embriogenesis. Materi genetik yang berlebih tersebut terletak pada
bagian lengan bawah dari kromosom 21 dan interaksinya dengan fungsi gen lainnya
menghasilkan suatu perubahan homeostasis yang memungkinkan terjadinya
penyimpangan perkembangan fisik ( kelainan tulang ), SSP ( penglihatan,
pendengaran ) dan kecerdasan yang terbatas.
H. Penatalaksanan
1.
Penanganan Secara Medis
a. Pendengarannya : sekitar 70-80 % anak syndrom down
terdapat gangguan pendengaran dilakukan tes pendengaran oleh THT sejak dini.
b. Penyakit jantung bawaan
c. Penglihatan : perlu evaluasi sejak dini.
d. Nutrisi : akan terjadi gangguan pertumbuhan pada
masa bayi / prasekolah.
e. Kelainan tulang : dislokasi patela, subluksasio
pangkal paha / ketidakstabilan atlantoaksial. Bila keadaan terakhir ini sampai
menimbulkan medula spinalis atau bila anak memegang kepalanya dalam posisi
seperti tortikolit, maka perlu pemeriksaan radiologis untuk memeriksa spina
servikalis dan diperlukan konsultasi neurolugis.
2.
Pendidikan
a. Intervensi Dini
Program ini dapat dipakai sebagai pedoman bagi orang
tua untuk memberi lingkunga yang memeadai bagi anak dengan syndrom down,
bertujuan untuk latihan motorik kasar dan halus serta petunjuk agar anak mampu
berbahasa. Selain itu agar ankak mampu mandiri sperti berpakaian, makan,
belajar, BAB/BAK, mandi,yang akan memberi anak kesempatan.
b. Taman Bermain
Misal dengan peningkatan ketrampilan motorik kasar dan
halus melalui bermain dengan temannya, karena anak dapat melakukan interaksi
sosial dengan temannya.
c. Pendidikan Khusus (SLB-C)
Anak akan mendapat perasaan tentang identitas
personal, harga diri dan kesenangan. Selain itu mengasah perkembangan fisik,
akademis dan dan kemampuan sosial, bekerja dengan baik dan menjali hubungan baik.
3.
Penyuluhan Pada Orang Tua
BAB
III
ASUHAN
KEPERAWATAN DOWN SYNDROME
A.
Pengkajian
1.
Selama Masa Neonatal Yang Perlu Dikaji :
a. Keadaan suhu tubuh terutama masa neonatal
b. Kebutuhan nutrisi / makan
c. Keadaan indera pendengaran dan penglihatan
d. Pengkajian tentang kemampuan kognitif dan
perkembangan mental anak
e. Kemampuan anak dalam berkomunikasi dan
bersosialisasi
f. Kemampuan motorik
g. Kemampuan keluarga dalam merawat anak denga syndrom
down terutama tentang kemajuan perkembangan mental anak
2.
Pengkajian terhadap kemampuan motorik kasar dan halus
3.
Pengkajian kemampuan kognitif dan perkembangan mental
4.
Pengkajian terhadap kemampuan anak untuk berkomunikasi
5.
Tes pendengaran, penglihatan dan adanya kelainan tulang
6.
Bagaimana penyesuaian keluarga terhadap diagnosis dan
kemajuan perkembangan mental anak.
B.
Diagnosa
1.
Perubahan nutrisi (pada neonatus) : kurang dari
kebutuhan berhubungan dengan kesulitan pemberian makanan karena lidah yang
menjulur dan palatum yang tinggi.
2.
Resiko terhadap cidera berhubungan dengan kemampuan pendengaran
yang berkurang.
3.
Tidak efektifnya koping keluarga berhubungan dengan
faktor finansial yang dibutuhkan dalam perawatan dan mempuyai anak yang tidak
normal.
4.
Kurangnya interaksi sosial anak berhubungan dengan
keterbatasan fisik dan mental yang mereka miliki.
5.
Defisit pengetahuan (orang tua) berhubungan dengan
perawatan anak syndrom down.
C.
Intervensi
1.
Berikan nutrisi yang memadai
a. Lihat kemampuan anak untuk menelan
b. Beri informasi pada orang tua cara yang tepat / benar
dalam memberi makanan yang baik
c. Berikan nutrisi yang baik pada anak dengan gizi
yang baik
2.
Anjurkan orang tua untuk memeriksakan pendengaran dan penglihatan secara rutin
3.
Gali pengertian orang tua mengenai syndrom down
a. Beri penjelasan pada orang tua tentang keadaan
anaknya
b. Beri informasi pada orang tua tentang perawatan
anak dengan syndrom down
4.
Motivasi orang tua agar :
a. Memberi kesempatan anak untuk bermain dengan teman
sebaya agar anak mudah bersosialisasi
b. Memberi keleluasaan / kebebasan pada anak unutk
berekspresi
5.
Berikan motivasi pada orang tua agar memberi lingkunga yang memadai pada anak
a. Dorong partisipasi orang tua dalam memberi latihan
motorik kasar dan halus serta pentunjuk agar anak mampu berbahasa
b. Beri motivasi pada orang tua dalam memberi latihan
pada anak dalam aktivitas sehari-hari.
BAB IV
KESIMPULAN
§
Sindrom Down adalah suatu kumpulan gejala akibat
dari abnormalitas kromosom, biasanya kromosom 21, yang tidak berhasil
memisahkan diri selama meiosis sehingga terjadi individu dengan 47 kromosom.
Sindrom ini pertama kali diuraikan oleh Langdon Down pada tahun 1866.
§
Penyebab dari Sindrom Down adalah adanya
kelainan kromosom yaitu terletak pada kromosom 21 dan 15, dengan
kemungkinan-kemungkinan : Non Disjunction sewaktu osteogenesis ( Trisomi ),
Translokasi kromosom 21 dan 15, Postzygotic non disjunction ( Mosaicism )
§
Penanganan dilakukan secara medis dan pengajaran
DAFTAR
PUSTAKA
1. Cecily. L
Betz, 2002, Buku Saku Keperawatan Pediatri, Alih bahasa Jan Tambayong, EGC, Jakarta.
2. Staf
Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI, 1985, Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak 1,
Infomedika, Jakarta.
3. http://firmanpharos.wordpress.com/2010/04/09/asuhan-keperawatan-pada-anak-dengan-down-syndrome/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
gabung yuk