TERAPI OKSIGEN
dan
ASUHAN
KEPERAWATAN pada KLIEN DENGA
GANGGUAN
PEMENUHAN OKSIGEN.
A. PENDAHULUAN
Oksigen (O2)
merupakan salah satu komponen gas dan unsur vital dalam proses metabolisme,
untuk mempertahankan kelangsungan hidup seluruh sel tubuh. Secara normal elemen
ini diperoleh dengan cara menghirup udara ruangan dalam setiap kali bernafas.
Penyampaian O2 ke
jaringan tubuh ditentukan oleh interaksi system respirasi, kardiovaskuler dan
keadaan hematologis.
Adanya kekurangan O2 ditandai
dengan keadaan hipoksia, yang dalam proses lanjut dapat menyebabkan kematian
jaringan bahkan dapat mengancam kehidupan. Klien dalam situasi demikian mengharapkan
kompetensi perawat dalam mengenal keadaan hipoksemia dengan segera untuk
mengatasi masalah.
Pemberian terapi O2 dalam
asuhan keperawatan, memerlukan dasar pengetahuan tentang faktor-faktor yang
mempengaruhi masuknya O2 dari atmosfir hingga sampai ke tingkat
sel melalui alveoli paru dalam proses respirasi. Berdasarkan hal tersebut maka
perawat harus memahami indikasi pemberian O2, metode pemberian O2 dan
bahaya-bahaya pemberian O2.
B. PROSES
RESPIRASI
Proses respirasi merupakan proses
pertukaran gas yang masuk dan keluar melalui kerjasama dengan sistem
kardiovaskuler dan kondisi hematologis.
Konsentrasi Oksigen di atmosfir sebesar
20,9% (21%) masuk ke alveoli melalui mekanisme ventilasi, kemudian terjadi
proses pertukaran gas (gas exchange) yang disebut proses difusi.
Difusi
adalah suatu perpindahan O2 dari konsentrasi tinggi ke konsentrasi
rendah dimana konsentrasi O2 yang tinggi di alveoli akan berpindah ke
kapiler paru dan selanjutnya didistribusikan lewat darah dalam 2 bentuk yaitu :
1.
1,34 ml O2 terikat
dengan 1 gram Hemoglobin (Hb) dengan persentasi kejenuhan yang disebut : “Saturasi
O2”
(SaO2).
2.
0,003 ml O2 terlarut
dalam 100 ml plasma pada tekanan parsial O2 di
arteri (PaO2)
1 mmHg.
Kedua bentuk pengangkutan ini disebut
sebagai kandungan O2 atau
“Oxygen Content” (CaO2)
dengan formulasi :
CaO2 = (1,34 x Hb x SaO2) +
(0,003 x PaO2).
Sedangkan banyaknya O2 yang
ditransportasikan dalam darah disebut dengan “Oxigen Delivery” (DO2)
dengan rumus :
DO2 = (10 x CaO2) x CO
Dimana CO adalah “Cardiac Output”
(Curah Jantung). CO ini sangat tergantung kepada besar dan ukuran tubuh, maka
indikator yang lebih tepat dan akurat adalah dengan menggunakan
parameter “Cardiac Index” (CI). Oleh
karena itu formulasi DO2 yang lebih tepat adalah :
DO2 = (10
x CaO2)
x CI
Selanjutnya O2 didistribusikan ke jaringan sebagai konsumsi O2 (VO2) Nilai
VO2 diperoleh dari perbedaan kandungan O2 arteri
dan vena serta CI dengan formulasi sebagai berikut :
VO2a =
(CaO2 –
CvO2)
x CI
Selain faktor difusi dan pengangkutan O2 dalam darah maka
faktor masuknya O2 ke dalam alveoli yang disebut sebagai ventilasi alveolar.
VENTILASI ALVEOLAR
Ventilasi alveolar adalah salah satu bagian yang
penting karena O2 pada tingkat alveoli inilah yang mengambil bagian dalam
proses difusi. Besarnya ventilasi alveolar berbanding lurus dengan :
1. Banyaknya udara yang masuk keluar paru.
2. Laju nafas.
3. Udara dalam jalan nafas.
4. Serta keadaan metabolik.
Banyaknya udara masuk keluar
paru dalam setiap kali bernafas disebut sebagai “Volume Tidal” (VT) yang bervariasi tergantung pada berat
badan. Nilai VT normal orang dewasa ±500 – 700ml dengan
menggunakan alat ukur “Wright’s
Spirometer”. Volume nafas yang berada di jalan nafas dan tidak ikut dalam
pertukaran gas disebut sebagai “Dead
Space” (VD)/(Ruang Rugi) dengan nilai normal sekitar 150 - 180 ml yang
terbagi atas tiga yaitu : 1. Anatomic
Dead Space.
3. Alveolar
Dead Space.
4. Physiologic
Dead Space.
Anatomic
Dead Space yaitu volume nafas yang berada di dalam mulut,
hidung dan jalan nafas yang tidak terlibat dalam pertukaran gas.
Alveolar
Dead Space yaitu volume nafas yang telah berada di alveoli,
akan tetapi tidak mengalami pertukaran gas yang dapat disebabkan karena di
alveoli tersebut tidak ada suplai darah. Dan atau udara yang ada di alveoli
jauh lebih besar jumlahnya dari pada aliran darah pada alveoli tersebut.
Ventilasi alveolar dapat diperoleh dari selisih Volume
Tidal dan Ruang Rugi, dengan laju nafas dalam 1 menit.
VA = (VT – VD) x RR
Sedangkan
tekanan parsial O2 di
alveolar (PaO2)
diperoleh dari fraksi O2 inspirasi
(FiO2)
yaitu 20,9% yang ada di udara, tekanan udara, tekanan uap air, tekanan parsial
CO2 di
arteri (PaCO2).
PaO2 = FiO2 (760 –
47) – (PaCO2
: 0,8)
Demikian faktor-faktor yang mempengaruhi proses
respirasi dimana respirasi tidak saja pertukaran gas pada tingkat paru (respirasi eksternal) tetapi juga pertukaran gas yang
terjadi pada tingkat sel (respirasi
internal).
TERAPI OKSIGEN
Terapi O2 merupakan salah satu dari terapi pernafasan
dalam mempertahankan oksigenasi jaringan yang adekuat. Meningkatnya persentasi oksigen pada udara inhalasi akan
meningkatkan konsentrasi oksigen pada alveoli dan kenaikkan tekanan oksigen di
dalam darah.
Terapi oksigen sangat bermanfaat bila tekanan oksigen
darah rendah ( hypoxic-hypoxemia ).
Secara klinis tujuan utama
dan indikasi pemberian O2 adalah :
1. Untuk mengatasi keadaan
Hipoksemia sesuai hasil Analisa Gas Darah.
2. Untuk menurunkan kerja
nafas dan meurunkan kerja miokard.
3. Mencegah atau mengatasi hypoxia.
Syarat-syarat pemberian O2 meliputi :
1. Konsentrasi O2 udara inspirasi dapat
terkontrol.
2. Tidak terjadi penumpukan CO2.
3. Mempunyai tahanan jalan nafas yang rendah.
4. Efisien dan ekonomis.
5. Nyaman untuk pasien.
Dalam pemberian terapi O2 perlu
diperhatikan “Humidification”. Hal
ini penting diperhatikan oleh karena udara yang normal dihirup telah mengalami
humidifikasi sedangkan O2 yang diperoleh dari sumber O2 (Tabung)
merupakan udara kering yang belum terhumidifikasi, humidifikasi yang adekuat
dapat mencegah komplikasi pada pernafasan.
INDIKASI PEMBERIAN O2
Berdasarkan tujuan terapi pemberian O2 yang
telah disebutkan, maka adapun indikasi utama pemberian O2 ini
adalah sebagai berikut :
1. Klien dengan kadar O2 arteri rendah dari hasil
analisa gas darah.
2. Klien dengan peningkatan kerja nafas, dimana tubuh
berespon terhadap keadaan hipoksemia melalui peningkatan laju dan dalamnya
pernafasan serta adanya kerja otot-otot tambahan pernafasan.
3. Klien dengan peningkatan kerja miokard, dimana jantung
berusaha untuk mengatasi gangguan O2 melalui peningkatan laju pompa
jantung yang adekuat.
Berdasarkan indikasi utama diatas maka terapi pemberian O2 diindikasikan
pada klien dengan gejala-gejala :
1. Sianosis
2. Hipovolemi
3. Perdarahan
4. Anemia berat
5. Keracunan CO
6. Asidosis
7. Selama dan
sesudah pembedahan.
8. Penurunan
PaCO2 dengan gejala dan tanda-tanda hypoxia : dyspnea, tachypnea, gelisah,
disorientasi, apatis, kesadaran menurun.
5. Keadaan lain : gagal nafas
akut, shock, keracunan CO2.
Metode Pemberian O2 :
Metode pemberian O2 dapat dibagi atas 2
tehnik, yaitu :
1. Sistem aliran
rendah
Tehnik system aliran rendah
diberikan untuk menambah konsentrasi udara ruangan. Tehnik ini menghasilkan
FiO2 yang bervariasi tergantung pada tipe pernafasan dengan patokan volume
tidal pasien. Pemberian O2 sistem aliran rendah ini ditujukan untuk klien yang
memerlukan O2 tetapi masih mampu bernafas dengan pola pernafasan normal,
misalnya klien dengan Volume Tidal 500 ml dengan kecepatan pernafasan 16 – 20
kali permenit.
Contoh system aliran rendah ini adalah :
(1) kateter nasal,
(2) kanula nasal,
(3) sungkup muka sederhana,
(4) sungkup muka dengan kantong rebreathing,
(5) sungkup muka dengan kantong non rebreathing.
Keuntungan dan kerugian dari
masing-masing system :
a. Kateter Nasal
Merupakan suatu alat sederhana yang dapat memberikan O2 secara
kontinu dengan aliran 1 – 6 L/mnt dengan konsentrasi 24% - 44%.
1. Keuntungan :
Pemberian O2 stabil, klien bebas bergerak,
makan dan berbicara, murah dan nyaman serta dapat juga dipakai sebagai kateter
penghisap.
2. Kerugian :
Tidak dapat memberikan konsentrasi O2 yang
lebih dari 45%, tehnik memasuk kateter nasal lebih sulit dari pada kanula
nasal, dapat terjadi distensi lambung, dapat terjadi iritasi selaput lendir
nasofaring, aliran dengan lebih dari 6 L/mnt dapat menyebabkan nyeri sinus dan
mengeringkan mukosa hidung, kateter mudah tersumbat.
b. Kanula Nasal :
Merupakan suatu alat sederhana yang dapat memberikan O2 kontinu
dengan aliran 1 – 6 L/mnt dengan konsentrasi O2 sama dengan kateter nasal.
1. Keuntungan :
Pemberian O2 stabil dengan volume tidal dan
laju pernafasan teratur, mudah memasukkan kanul disbanding kateter, klien bebas
makan, bergerak, berbicara, lebih mudah ditolerir klien dan nyaman.
2. Kerugian :
Tidak dapat memberikan konsentrasi O2 lebih
dari 44%, suplai O2 berkurang bila klien bernafas lewat mulut, mudah lepas
karena kedalam kanul hanya 1 cm, mengiritasi selaput lendir.
c. Sungkup muka sederhana
Merupakan alat pemberian O2 kontinu atau selang
seling 5 – 8 L/mnt dengan konsentrasi O2 40 – 60%.
1. Keuntungan
Konsentrasi O2 yang diberikan lebih tinggi
dari kateter atau kanula nasal, system humidifikasi dapat ditingkatkan melalui
pemilihan sungkup berlobang besar, dapat digunakan dalam pemberian terapi
aerosol.
2. Kerugian
Tidak dapat memberikan konsentrasi O2 kurang
dari 40%, dapat menyebabkan penumpukan CO2 jika aliran rendah.
d. Sungkup Muka dengan Kantong
Rebreathing :
Suatu tehinik pemberian O2 dengan konsentrasi tinggi yaitu
60 – 80% dengan aliran 8 – 12 L/mnt.
1. Keuntungan
Konsentrasi O2 lebih tinggi dari sungkup muka
sederhana, tidak mengeringkan selaput lendir
2. Kerugian
Tidak dapat memberikan O2 konsentrasi rendah, jika aliran
lebih rendah dapat menyebabkan penumpukan CO2, kantong O2 bisa
terlipat.
e. Sungkup Muka dengan Kantong Non Rebreathing
Merupakan tehinik pemberian O2 dengan Konsentrasi O2 mencapai
99% dengan aliran 8 – 12 L/mnt dimana udara inspirasi tidak bercampur dengan
udara ekspirasi
1. Keuntungan :
Konsentrasi O2 yang diperoleh dapat mencapi
100%, tidak mengeringkan selaput lendir.
2. Kerugian :
Kantong O2 bisa terlipat.
2. Sistem aliran tinggi
Suatu teknik pemberian O2 dimana FiO2 lebih
stabil dan tidak dipengaruhi oleh tipe pernafasan, sehingga dengan teknik ini
dapat menambahkan konsentrasi O2 yang lebih tepat dan teratur.
Adapun contoh teknik system aliran tinggi yaitu sungkup
muka dengan ventury.
Prinsip pemberian O2 dengan alat ini yaitu gas yang
dialirkan dari tabung akan menuju ke sungkup yang kemudian akan dihimpit untuk
mengatur suplai O2 sehingga tercipta tekanan negatif, akibatnya udara luar
dapat diisap dan aliran udara yang dihasilkan lebih banyak. Aliran udara pada
alat ini sekitas 4 – 14 L/mnt dengan konsentrasi 30 – 55%.
1. Keuntungan
Konsentrasi O2 yang diberikan konstan sesuai
dengan petunjuk pada alat dan tidak dipengaruhi perubahan pola nafas terhadap
FiO2,
suhu dan kelembaban gas dapat dikontrl serta tidak terjadi penumpukan CO2
2. Kerugian
Kerugian system ini pada umumnya hampir sama dengan
sungkup muka yang lain pada aliran rendah.
BAHAYA BAHAYA PEMBERIAN OKSIGEN
Pemberian O2 bukan
hanya memberiakan efek terapi tetapi juga dapat menimbulkan efek merugikan,
antara lain :
1. Kebakaran
O2 bukan zat pembakar tetapi O2 dapat
memudahkan terjadinya kebakaran, oleh karena itu klein dengan terapi pemberian
O2 harus
menghindari : Merokok, membukan alat listrik dalam area sumber O2,
menghindari penggunaan listrik tanpa “Ground”.
2. Depresi Ventilasi
Pemberian O2 yang tidak dimonitor dengan
konsentrasi dan aliran yang tepat pada klien dengan retensi CO2 dapat
menekan ventilasi.
3. Keracunan O2
Dapat terjadi bila terapi O2 yang diberikan dengan
konsentrasi tinggi dalam waktu relatif lama. Keadaan ini dapat merusak struktur
jaringan paru seperti atelektasi dan kerusakan surfaktan. Akibatnya proses
difusi di paru akan terganggu
ASUHAN KEPERAWATAN
Terapi O2 merupakan salah satu intervensi keperawatan
yang bersifat kolaboratif yang merupakan bagian dari paket intervensi
keperawatan yang diberikan kepada klien berdasarkan diagnosa keperawatan yang
dirumuskan. Oleh karena itu maka langkah pertama yang perawat lakukan adalah
melakukan pengkajian.
Pengkajian :
Pengkajian ini
ditujukan kepada keluhan-keluhan klien serta hasil pemeriksaan baik yang
sifatnya pemeriksaan fisik maupun pemeriksaan penunjang dan pememriksaan
diagnostik yang berkaitan dengan system pernafasan serta system lain yang
terlibat. Pengkajian keperawatan dapat dilakukan dengan metode wawancara yang
berkaitan dengan keluhan klien antara lain batuk dan lendir, sesak nafas, serta
keluhan lain yang berkaitan dengan masalah transportasi O2.
metode yang lain adalah metode observasi dengan melakukan pemeriksaan fisik
pernafasan. Data yang didapa dapat berupa kecepatan, iram dan kedalam
pernafasan, usaha nafas, sianosis,k berkeringat, peningkatan suhu tubuh,
abnormalitas sistem pernafasa serta kardiovaskular. Selanjutnya data-data ini
dapat didukung oleh hasil pemeriksaan penunjang seperti gasa darah asteri
seerta pememriksaan diagnostik foto torak.
Tahap beikutnya adalah perumusan Diagnosa Keperawatan yang
berorientasi kepada pada yang dirasakan oleh klien. Diagnosa ini dirumuskan
berdasarkan hasil pengkajian yang disebutkan diatas
Berdasarkan diagnosa-diagnosa keperawatan yang dirumuskan
maka disusunlah intervensi keperawatan (Rencana Tindakan) yang bertujuan
untuk “Problem Solving” (penyelesaian masalah) klien.
Rencana ini selajutnya di ”Implementasi” dan pada
akhirnya akan di ”Evaluasi” sejauhmana tindakan dapat mencapai tujuan
sehingga tindakan dapat dilanjutkan, dimodifikasi atau diganti.
KESIMPULAN
Terapi O2 merupakan
suatu upaya yang dilakukan oleh tenaga kesehatan termasuk keperawatan terhadap
adanya gangguan pemenuhan oksigen pada klien. Pengetahuan perawat yang memadai
terhadap proses respirasi dan indikasi serta metode pemberian O2 merupakan
bekal bagi perawat agar asuhan yang diberikan tepat guna dengan risiko
seminimal mungkin.
Tugas Individu :
- Cari gambar/foto alat-alat pemberian oksigen seperti :
a. Nasal prong/kateter nasal, kanula nasal, sungkup muka sederhana, sungkup muka dengan kantong rebreathing,
sungkup muka dengan kantong non rebreathing.
b.
DAFTAR
PUSTAKA
Black, Joyce M. Medical
Surgical Nursing ; Clinical Management For Continuity Of Care, W.B Sunders
Company, 1999.
Brunner & Suddarth. Buku
Ajar Medikal Bedah, edisi bahasa Indonesia,
vol. 8, Jakarta,
2001.
Carpenito, LYnda Juall. Rencana
Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan, EGC, Jakarta, 1999.
Doengoes, Merilin E. Rencana
Asuhan Keperawatan, Edisi ketiga, Jakarta,
EGC, 1999.
Engram, Barbara. Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah, EGC, Jakarta, 1999.
Long, Barbara C. Perawatan Medikal Bedah, YIAPK,
Bandung, 1996.
Potter, Patricia A. Perry,
Anne G. Fundamental of Nursing ; Concepts, Process and Practice, Mosby
Year Book, St. Louis,
1997.
Taylor, Calor. Et al. Fundamentals
of Nursing ; The Art and Science of Nursing Care, Lipincott, Philadelphia, 1997.
……………, Dasar Dasar Keperawatan Kardiotarasik,
Edisi ketiga, Rumah Sakit Jantung “Harapan Kita”, Jakarta 1993.
----------------------------0o0o0----------------------------
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
gabung yuk